Menuju konten utama

Respons Prabowo soal Dugaan Korupsi di Kemenhan: Lagi Diproses

Selain melakukan audit internal di Kemenhan, Prabowo juga meminta BPKP mengaudit proyek satelit orbit yang berlangsung mulai 2015 lalu.

Respons Prabowo soal Dugaan Korupsi di Kemenhan: Lagi Diproses
Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Komandan Upacara Brigjen TNI Yusuf Ragainaga mengecek kesiapan pasukan pada upacara penetapan Komponen Cadangan Tahun Anggaran 2021 di Pusdiklatpassus, Batujajar, Bandung Barat, Jawa Barat, Kamis (7/10/2021). ANTARA FOTO/HO/Indonesia Defense Magz/pras/rwa.

tirto.id - Menteri Pertahanan Prabowo Subianto tak berkomentar banyak soal kasus dugaan korupsi pengadaan proyek Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur pada Kementerian Pertahanan Tahun 2015-2021.

"Iya, [dugaan korupsi] satelit ini lagi diproses," kata Prabowo di kantor Kemenhan, Kamis (20/1/2022).

Pihaknya pun tengah melakukan audit internal proyek tersebut. Termasuk dengan menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

"Ada dan kami sudah minta juga pihak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk audit," katanya.

Kejaksaan Agung diketahui menetapkan kasus ini di ranah penyidikan setelah sepekan memeriksa 11 orang Kementerian Pertahanan dan rekanan pelaksana.

Dalam penyelidikan, Jaksa Penyelidik juga berkoordinasi dengan beberapa pihak yang dapat menguatkan pencarian barang bukti, salah satunya auditor di BPKP sehingga diperoleh masukan sekaligus laporan hasil audit tujuan tertentu dari BPKP.

Selain itu didukung dokumen lain yang dijadikan alat bukti dalam proses pelaksanaan.

Kasus ini berawal ketika Kementerian Pertahanan melaksanakan pengadaan Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur. Ini merupakan bagian dari Satelit Komunikasi Pertahanan, antara lain pengadaan satelit Satkomhan Mobile Satellite Service dan ground segment beserta pendukungnya.

Dalam proses tersebut, Kejaksaan menemukan perbuatan melawan hukum yaitu ketika proyek ini dilaksanakan tidak direncanakan dengan baik, bahkan saat kontrak dilakukan, anggaran belum tersedia dalam DIPA Kementerian Pertahanan Tahun 2015.

"Kemudian juga ada penyewaan satelit dari Avanti Communication Limited yang seharusnya saat itu tidak perlu menyewa, karena di ketentuannya saat satelit yang lama tidak berfungsi masih ada waktu tiga tahun dapat digunakan," ujar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Adriansyah, Jumat (14/1).

Satelit yang disewa tidak dapat berfungsi dan spesifikasi tidak sama, sehingga indikasi kerugian keuangan negara yang ditemukan berdasarkan hasil diskusi dengan auditor diperkirakan Rp500 miliar. Kerugian berasal dari pembayaran sewa satelit Arthemis dari Perusahaan Avant Communication Limited sekitar Rp41 miliar, (empat puluh satu miliar rupiah), biaya konsultan senilai Rp18,5 miliar, dan biaya arbitrase Navayo senilai Rp4,7 miliar.

“Ada pula putusan arbitrase yang harus dilakukan pembayaran sekitar US$ 20 juta, dan inilah yang masih disebutkan sebagai potensi karena masih berlangsung dan melihat bahwa timbulnya kerugian atau potensi kualifikasi tindak pidana korupsi,” imbuh Febrie.

Baca juga artikel terkait KASUS PROYEK SATELIT atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Bayu Septianto