Menuju konten utama

Respons Polisi Soal Ganti Kerugian Salah Tangkap Pengamen Cipulir

"Kenapa me-framing salah tangkap kasus tersebut? Dilihat prosesnya, dong. Apakah ada tujuan lain memojokkan? Karena hanya kamu yang reaktif tanya tentang ini," kata Argo.

Respons Polisi Soal Ganti Kerugian Salah Tangkap Pengamen Cipulir
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono. FOTO/Antaranews

tirto.id - Pengamen Cipulir menuntut ganti rugi perihal perkara salah tangkap. Pihak Kementerian Keuangan menilai penagihan itu seharusnya diarahkan ke kepolisian.

Menanggapi hal itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono menyatakan semestinya lihat proses hukum perkara itu.

"Kenapa me-framing salah tangkap kasus tersebut? Dilihat prosesnya, dong. Apakah ada tujuan lain memojokkan? Karena hanya kamu yang reaktif tanya tentang ini," ucap dia ketika dihubungi Tirto, Rabu (24/7/2019).

Ia menambahkan perkara itu masih di tahap praperadilan, belum ada keputusan. "Tapi sudah me-justice kasus tersebut," sambung Argo.

Marni, misalnya, ibu pengamen bernama Andro Supriyanto yang menjadi korban salah tangkap oleh polisi, kini masih menuntut ganti rugi Rp72 juta untuk pengobatan anaknya. Selain Andro, ada pula Nurdin Priyanto yang seharusnya juga menerima ganti rugi karena menjadi korban salah tangkap.

Ganti rugi tersebut ditagihkan ke Kemenkeu karena hingga saat ini pencairan uang terhalang oleh ketiadaan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sebagai aturan pelaksana Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 92 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Kemenkeu seharusnya telah menerbitkan PMK sebagai aturan pelaksana PP 92/2015 sejak 2016 atau selambat-lambatnya enam bulan seperti bunyi Pasal 39C Peraturan Pemerintah tersebut.

Deputi Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Putri Kanesia, merespons soal ganti rugi.

"Putusan pengadilan harus dijadikan acuan bagi pihak-pihak yang dimintakan pertanggungjawabannya untuk melaksanakan isi dari putusan," kata Putri ketika dihubungi Tirto, Rabu (24/7/2019).

"Sebagai contoh, misalnya kasus Iwan Mulyadi di Padang yang menjadi korban salah tangkap. Korban mendapatkan ganti kerugian pasca adanya putusan pengadilan yang mengharuskan korban menerima ganti rugi," tambah dia.

Persoalan ketiadaan peraturan, Putri menegaskan, tidak dapat dijadikan alasan pembenar untuk menutup hak-hak penggugat yang mengalami kerugian akibat terjadinya peristiwa hukum yang digugat. Putri menilai sudah ada preseden bagaimana korban salah tangkap atau penyiksaan mendapatkan ganti rugi.

Baca juga artikel terkait KORBAN SALAH TANGKAP atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Alexander Haryanto