tirto.id - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak gugatan batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang diajukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023 ini diterima MK pada 9 Maret 2023.
Partai Amanat Nasional (PAN) pun menghormati keputusan MK. Wakil Ketua Umum PAN dan Juru Bicara PAN, Viva Yoga Mauladi menilai, putusan tersebut bersifat final dan mengikat.
Final artinya putusan MK langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh untuk membatalkan keputusan tersebut. Sementara mengikat bermakna putusan MK tidak hanya berlaku bagi para pihak tetapi bagi seluruh masyarakat Indonesia.
"Lewat uji materiil ini, MK menunjukkan profesionalitasnya sebagai lembaga yang menjaga konstitusi, demokrasi, hukum, dan keadilan di Indonesia," kata Viva kepada Tirto melalui pesan singkat, Senin (16/10/2023).
Selain itu, Viva menilai putusan MK menjadi bukti Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak mengintervensi atau ikut campur urusan MK dan lembaga yudikatif lainnya.
"Ini menandakan bahwa Presiden Jokowi tidak melakukan tindakan abuse of power, menyimpangkan kekuasaan untuk kepentingan politik tertentu," ungkap Viva.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi menolak syarat usia capres-cawapres diturunkan menjadi 35 tahun. Gugatan yang ditolak tercatat sebagai perkara nomor 29/PUU-XXI/2023, yang diajukan oleh sejumlah kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Hakim konstitusi menuturkan, jika mengabulkan gugatan uji materi untuk menurunkan syarat batas usia minimum capres-cawapres menjadi 35 tahun merupakan sebuah pelanggaran moral. Selain itu, pemilihan umum capres-cawapres dengan batas umur di bawah 35 tahun tidak menimbulkan problematika lembaga kenegaraan dan terjadi kebuntuan hukum.
Selain itu, tidak ada ketentuan persyaratan usia calon presiden dan calon wakil presiden. Mahkamah juga menilai perubahan batas norma antara capres-cawapres dan KPK tidak bisa disamakan.
"Dalam hal ini norma pasal 169 huruf q undang-undang 7 tahun 2017 juga tidak dapat dikatakan sebagai norma yang bersifat diskriminatif sebagaimana dimaksudkan dalam pengertian diskriminasi menurut pasal 1 angka 3 undang-undang 39 tahun 1999," Hakim Konstitusi Saldi Isra.
Penulis: Iftinavia Pradinantia
Editor: Intan Umbari Prihatin