Menuju konten utama

Respons KPAI Soal PB Djarum Hentikan Audisi Atlet Bulu Tangkis 2020

KPAI menyebut Djarum boleh menjalankan kembali agenda seleksi atlet mereka, asalkan tuntutan tersebut dijalankan.

Respons KPAI Soal PB Djarum Hentikan Audisi Atlet Bulu Tangkis 2020
Beberapa legenda bulutangkis indonesia foto bersama usai memberi keterangan kepada wartawan terkait audisi umum djarum beasiswa bulutangkis di makassar, sulawesi selatan, jumat (8/4). Antara foto/sahrul manda tikupadang.

tirto.id - Tudingan eksploitasi anak dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam proses seleksi atlet bulu tangkis berbuah mundurnya Djarum dari proses pembibitan atlet. Namun, saat ini Kemenpora justru kelimpungan karena ketiadaan sponsor dalam cabang olahraga tersebut.

Lalu bagaimana KPAI merespons, adakah solusi yang mereka tawarkan?

Dari awal, KPAI sudah mengetahui rencana sementara Djarum Foundation menghentikan audisi di tahun 2020. Informasi tersebut diperoleh dari hasil rapat koordinasi pada tanggal 4 September 2019 dengan Kemenkopolhukam, Kemenko PMK, Kemenpora, perwakilan Pemda, KONI, PBSI dan PB Djarum.

Dalam rapat tersebut, muncul tiga rekomendasi antara lain, pertama, Kemenpora mengakomodasi regulasi perlindungan pembinaan atlet (anak) yang dilakukan sektor swasta.

Kedua, pada program seleksi yang sudah berjalan, KPAI meminta agar atlet (anak) tidak menggunakan nama, kaos, logo, dan ejaan ‘Djarum’ di kawasan olahraga. Terakhir, pemerintah daerah menjamin kegiatan tersebut terselenggara dengan aman.

“Setelah itu ada agenda pertemuan lanjutan dengan Djarum yang difasilitasi KPPPA, tapi mereka menyatakan ada kegiatan lain di luar daerah, jadi tidak bisa datang,” ujar Sitti Hikmawatty, Komisioner KPAI yang sedari awal gencar bersuara soal eksploitasi anak dalam seleksi PB Djarum, saat merespons pesan Tirto, Senin (9/9/2019).

Dalam hal ini, Sitti menampik tuduhan soal KPAI yang dianggap tidak mau mengambil jalan tengah. Kata Sitti, sebelum undangan lanjutan pada 5 September yang tidak dihadiri Djarum, pada bulan Maret, KPPPA juga pernah mengundang Djarum pada Maret namun tak juga digubris.

Padahal pertemuan pada September memiliki agenda negosiasi pemasangan logo di bawah 50 persen yang diajukan oleh Djarum.

“Ini pertemuan krusial tapi tidak terlaksana karena pihak Djarum tidak mau hadir,” ungkap Sitti.

Akhirnya KPAI, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), dan Kemenpora melakukan pemantauan seleksi bulu tangkis di Purwokerto secara mandiri. Mereka juga meminta pemerintah daerah, termasuk Bupati Purwokerto menjalankan upaya perlindungan anak sejalan napas Kota Purwokerto yang telah mendapat predikat “layak anak” pada tingkat Pratama pada Juli 2019.

Tapi belum lagi mencapai kesepakatan, Djarum sudah lebih dulu mengumumkan undur diri dari gelaran pencarian bakat bulu tangkis anak yang telah dilakukan sejak 2008. Mereka memutuskan audisi pada 2019 sebagai kegiatan terakhir Djarum.

Tak akan ada lagi ajang serupa yang diadakan Djarum di tahun selanjutnya, Indonesia akan kehilangan peluang mendapat atlet-atlet bulu tangkis seperti Liem Swie King, Alan Budikusuma, Ardy B Wiranaya, Hariyanto Arbi, Hastomo Arbi, Ivana Lie, Minarti Timur, atau, sang duo minion, Kevin Sanjaya Sukamuljo dan Marcus Gideon.

“Kata 'pamit' dari Djarum tiba-tiba saja menjadi trending, dan publik menyalahkan pemerintah dalam hal ini KPAI atas keputusan Djarum,” kata Sitti.

Menanggapi mundurnya PB Djarum ini, KPAI sejak awal berada di sisi yang mendorong kegiatan audisi positif. Apalagi sesuai dengan bakat anak dan dalam upaya pemenuhan hak anak. Mereka hanya meminta pembenahan pada unsur eksploitasi karena telah melanggar tata peraturan dan perundangan yang berlaku.

Merujuk pada pasal 66 UU Nomor 35 tahun 2014, KPAI meminta audisi bulu tangkis Djarum Foundation menghilangkan unsur eksploitasi yang menjadikan tubuh anak sebagai media promosi gratis.

KPAI juga telah mengajukan pilihan kepada Djarum untuk mengganti proses seleksi ke skala yang lebih kecil, alih-alih jor-joran dan melanggar undang-undang.

“Jadi pembinaan tetap berjalan, audisinya yang kita cari bentuk lain. Harusnya masalah ini bisa disikapi dengan tetap berkepala dingin, tidak baper dan lebay,” tambahnya.

KPAI menyebut Djarum boleh menjalankan kembali agenda seleksi atlet mereka, asalkan tuntutan tersebut dijalankan. Namun, karena Djarum sudah terlanjur pamit, maka KPAI merekomendasikan kepada Kemenpora untuk mengambil alih tanggung jawab untuk tetap mencari dan mengoptimalkan upaya pencarian, penggalian, serta pembibitan atlet.

KPAI juga meminta Kemenko PMK berkoordinasi BUMN yang memiliki visi meningkatkan potensi anak Indonesia, untuk menggantikan posisi Djarum, sebagai wadah penyaluran dan pembibitan bakat. Ketiga, KPAI meminta publik tetap mendukung KPPPA supaya lebih optimal mengawasi daerah agar ramah untuk anak, terutama kota yang telah menyandang predikat KLA (Kota Layak Anak).

Sesuai rekomendasi rapat koordinasi di Kemenko Polhukam pada 21 Agustus 2019, Sitti juga mengingatkan kementerian tersebut untuk melakukan evaluasi pemberian izin. Terutama kepada lembaga atau yayasan yang punya nama serupa/sama dengan produk berbahaya, termasuk zat adiktif. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kerancuan dalam membedakan merek produk berbahaya dengan citra lembaga.

“PB Djarum juga harus membuktikan komitmen mereka, katanya, kegiatan ini murni pembibitan, pencarian bakat, dan merupakan ‘Bakti kepada Negeri’, jadi harus diselaraskan tata perundangan yang berlaku,” ujar Sitti.

Ia meminta kepada seluruh orang tua Indonesia agar lebih selektif melakukan perlindungan anak, terutama dari bahaya eksploitasi terselubung di segala bidang.

Terakhir, Sitti kembali menegaskan, bahwa upaya yang ia lakukan semata untuk memperjuangkan kepentingan anak, karenanya publik diminta bersikap tenang dan arif dalam menyikapi informasi.

“Jangan sampai ditumpangi pihak-pihak yang mencoba memancing di air keruh dengan menjalankan praktik-praktik kurang elegan untuk memanaskan situasi.”

Baca juga artikel terkait PB DJARUM atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maya Saputri