tirto.id -
Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) akan menerapkan sistem ini mulai, Senin 12 Maret 2018. Sistem yang berlaku dari pukul 06.00-09.00 ini berpeluang memunculkan banyak persoalan dan dianggap sudah kuno.
Kondisi kemacetan ruas tol ini memang sudah kronis, ditambah kegiatan konstruksi LRT dan Kereta Cepat yang makin menambah kemacetan.
"Pengguna mobil yang tak bisa masuk lewat gerbang Tol Bekasi Timur dan Bekasi Barat berpotensi menambah kepadatan di jalan-jalan arteri menuju Jakarta," kata Ketua YLKI Tulus Abadi kepada Tirto, Jumat (23/2).
Persoalannya bila ada pengalihan kendaraan imbas dari sistem ganjil genap, maka memicu kemacetan di jalan arteri menuju Jakarta. Pemerintah belum menyiapkan sarana transportasi massal yang memadai. Menurut Tulus, belum ada sarana armada bus premium oleh Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ).
Ia menilai kemacetan di Tol Jakarta-Cikampek bukan hanya karena jumlah kendaraan. Namun, dipicu oleh ketidaksiplinan pengguna jalan.
Tulus mencontohkan kendaraan besar serupa truk yang dengan laju kecepatan kurang dari 60 kilometer per jam sering menggunakan lajur jalan tengah dan kanan. Padahal sesuai aturan berlalu lintas di jalan tol, truk harus berada di jalur kiri.
"Ini jelas menambah kemacetan. Diperlukan penegakan hukum yang konsisten, terhadap truk-truk yang melanggar ketentuan," tegas Tulus.
Kritik serupa juga disampaikan Ketua Dewan Pakar Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit. Ia menyebut sistem ganjil-genap tak bakal efektif mengurangi kemacetan di Tol Jakarta-Cikampek. Ia mencontohkan penerapan sistem ganjil-genap di sejumlah jalan protokol Jakarta hanya memindahkan kemacetan dari satu jalan ke jalan lain.
"Kalau kita bandingkan, berdasarkan penelitian di Jakarta saat ganjil genap, itu kan jalan Sudirman-Thamrin lancar. Tapi kemacetan di jalan lainnya rata-rata secara total meningkat 10-15 persen," ujarnya.
Ia mengusulkan daripada menerapkan sistem ganjil-genap, pemerintah bisa menaikkan tarif tol pada jam-jam sibuk. Hal itu dinilai lebih efektif dan menguntungkan karena penghasilan dari kenaikan tarif itu dapat digunakan untuk memperbaiki infrastruktur transportasi publik yang belum optimal.
"Ganjil-genap itu udah ketinggalan zaman. Di perkotaan saja kita kan menunggu ERP untuk mengganti yang ganjil-genap," katanya.
Penerapan sistem ganjil-genap yang hanya berlaku di Gerbang Tol Bekasi Timur dan Gerbang Tol Bekasi Barat juga bersifat diskriminatif. Seolah-olah, kemacetan Jakarta hanya disumbang pengguna kendaraan dari Bekasi. Padahal daerah-daerah penyangga ibu kota lainnya seperti Depok, Tangerang, dan Bogor juga berkontribusi terhadap kemacetan.
"Sebenarnya kebijakan ini membela siapa sih," ujar Danang.
Gagasan menaikkan tarif tol pada waktu-waktu tertentu juga tak mudah, karena akan bertabrakan dengan ketentuan dasar hukum kenaikan tarif yang diatur dalam Undang-undang (UU) 38 Tahun 2004 tentang Jalan. Pasal 48 ayat 3 mengatur "evaluasi dan penyesuaian tarif tol dilakukan setiap 2 (dua) tahun sekali berdasarkan pengaruh laju inflasi."
Diklaim Kurangi Kemacetan
Direktur Lalu Lintas dan Angkutan BPTJ Karlo Manik mengatakan kemacetan di ruas tol Cikampek meningkat akibat pembangunan proyek infrastruktur transportasi seperti Light Rail Transit (LRT), kereta api cepat, pelebaran tol. Ia optimistis sistem ganjil-genap bisa mengurangi kemacetan karena menurutnya mampu mendorong pengguna kendaraan pribadi beralih ke moda transportasi umum.
Karlo menargetkan sistem ganjil-genap mampu mengurangi separuh atau sekitar 2.200 kendaraan pribadi di tol Cikampek setiap hari. Namun, jumlah pengurangan tak akan signifikan bila mengacu data volume kendaraan pada 2015. Tol ini dilewati kurang lebih 214 juta kendaraan dari dan menuju Jakarta. Artinya, rata-rata ada 590.000 kendaraan per hari
"Mau masuk ke dalam tol di situ kami atur. Silakan dia mencari pintu lain, ke Tol Becakayu (Bekasi-Cawang-Kampung Melayu), atau mau ke (jalan) arteri," kata Karlo.
Ia memperkirakan penerapan sistem ganjil-genap akan diterapkan sampai proyek-proyek infrastruktur selesai dikerjakan. "Tergantung keberhasilan proyek-proyek itu, karena pembangunan itu semua berkaitan. Untuk batas akhirnya kami melaksanakan kebijakan ini, masih wait and see," katanya.
Karlo mengatakan pihaknya telah menyiapkan 30 armada bus di Mega City, Bekasi Barat dan Grand Dhika, Bekasi Timur yang beroperasi setiap hari. Pengguna mobil dapat memarkir kendaraan di sana dengan membayar Rp10 ribu. "Bus premium itu dari jam 06.00-09.00 itu jalurnya khusus di jalan tol. Jadi namanya LKAU," ujarnya.
Bus Premium, menurut Karlo, dapat menghemat waktu tempuh ke Jakarta sekitar 30 menit setengah jam dibandingkan kendaraan pribadi. Namun, jadwal keberangkatannya saat ini masih 30 menit sekali. Rencananya, jika pengguna semakin ramai dan armada bertambah jadwal pemberangkatan akan dipercepat menjadi 15-10 menit sekali.
Assistant Vice President Corporate Communication PT Jasa Marga (Persero) Tbk Dwimawan Heru menerangkan pemberlakukan sistem ganjil-genap sepaket dengan kebijakan Kementerian Perhubungan lainnya di Tol Cikampek, seperti pengaturan jam operasional angkutan barang dan prioritas jam Lajur Khusus Angkutan Umum (LKAU).
Sampai saat ini hanya LKAU yang memiliki landasan hukum pelaksanaan melalui Permenhub No.99/2017 tentang Penggunaan Lajur Khusus untuk Angkutan Umum dengan Mobil Bus pada jalan tol di wilayah Jabodetabek. Sedangkan landasan hukum angkutan barang dan ganjil-genap kendaraan pribadi masih dalam proses pembentukan Permenhub.
Dwimawan mengatakan peran Jasa Marga dalam pelaksanaan di lapangan di antaranya menyediakan rambu, membuat marka, menyediakan sarana, petugas pelaksana, dan sosialisasi.
"Diharapkan dengan pemberlakuan kebijakan tersebut akan mengurangi kepadatan di Jalan Tol Jakarta Cikampek yang kerap terjadi sejak pembangunan berbagai proyek infrastruktur skala besar di ruas jalan tersebut," terangnya.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi menyatakan sistem ganjil-genap mampu mempercepat laju kendaraan di angka minimal 60 kilo meter per jam.
Penulis: Jay Akbar
Editor: Jay Akbar