tirto.id - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim berjanji akan menciptakan "fleksibilitas dalam kurikulum." Baginya itulah kunci mengembangkan "keberagaman yang begitu besar."
"Hal-hal yang kita lakukan, menstandardisasi, akan ada dampak buruk. Enggak bisa satu standar atau satu cara," ucap Nadiem di Ritz Carlton, Jakarta, Kamis (28/11/2019).
Keragaman yang Nadiem maksud termasuk potensi sekolah yang berbeda-beda. Bisa saja, katanya, ada sekolah di daerah yang kualitas matematikanya buruk, tapi seninya bisa diacungi jempol. Pun sebaliknya.
Bagi Nadiem, penyetaraan justru membuat banyak sekolah tertinggal. Sekolah semakin tertinggal karena para guru-guru dibebankan perkara administratif--yang juga sudah dia singgung dalam pidato Hari Guru beberapa hari lalu.
"Ini sistem administratif tidak ada kelonggaran. Semua harus kejar silabus, harus tuntas," katanya, lalu mengatakan itu terjadi di semua jenjang, dari SD sampai perguruan tinggi.
Pada kesempatan yang sama ia memperkenalkan konsep 'merdeka belajar'. "Sekolah sifatnya dari mengawasi jadi melayani. Kemerdekaan guru bertransformasi [menjadi] kemerdekaan murid menentukan arah dan level yang cocok buat mereka."
Konsep ini akan membutuhkan waktu implementasi yang lama, yaitu 10-15 tahun. Tapi dalam lima tahun ke depan, dalam masa pemerintahan Joko Widodo periode kedua, Nadiem meminta siapa saja bisa "berjalan lebih dulu" mewujudkannya.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Rio Apinino