tirto.id - Relawan pendukung Basuki Tjahaja Purnama bersedih setelah mendengar vonis Majelis Hakim pada Selasa (9/5/2017). Mereka tidak percaya hakim memutuskan 2 tahun penjara kepada pria yang akrab disapa Ahok itu.
Salah satu pendukung Ahok, Nuri (40), masih belum bisa berbicara banyak setelah mendengar vonis Ahok. Perempuan yang tinggal di Rajawali, Jakarta mengaku tidak menduga hakim akan memvonis Ahok penjara dua tahun.
"Saya masih syok," ujar Nuri saat ditemui Tirto di Jalan RM Harsono, Jakarta, Selasa (9/5).
Nuri mengaku, kaget dengan keputusan Majelis Hakim terhadap Ahok. Ia tidak mengetahui secara detail bagaimana hakim memutuskan mantan Bupati Belitung Timur itu sebagai terpidana. Menurut Nuri, vonis terhadap Ahok sebagai bentuk ketidakdilan kepada masyarakat. Perempuan berkacamata ini berpendapat, vonis hakim tidak sesuai karena Ahok tidak berkarakter untuk menistakan agama.
Massa pendukung Ahok tidak hanya dari DKI Jakarta. Stenley Lengkong (43) merupakan salah satu penduduk luar DKI Jakarta yang menilai keputusan hakim berlebihan. Lengkong menilai Ahok tidak pernah menghina agama.
"Ahok tidak menista agama," ujar Stanley, saat berbincang dengan Tirto di Jalan RM Harsono, Jakarta.
Stanley berpendapat vonis hakim tidak adil. Dirinya melihat hakim tertekan saat memvonis Ahok. Menurut pria yang tinggal di Manado itu, proses persidangan Ahok sudah penuh tekanan. Dirinya khawatir vonis bersalah kepada Ahok akan berdampak ke daerah-daerah lain.
"Ke depan mungkin dengan kasus ini sangat tidak diharapkan di daerah-daerah lain khususnya di Indonesia Timur akan terjadi referendum karena mereka menuntut keadilan," kata Stenley.
Keputusan Majelis Hakim
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan vonis dua tahun terhadap terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Auditorium Kementerian Pertanian, Selasa (9/5/2017).
"Menyatakan terdakwa Ir Basuki Tjahja Purnama alias Ahok terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penodaan agama. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan hukuman penjara selama dua tahun penjara," tutur hakim di sidang dugaan penistaan agama di Auditorium Kementan, Jakarta, Selasa (9/5).
Adapun pertimbangan yang memberatkan, menurut Hakim, yakni terdakwa tidak merasa bersalah, perbuatan terdakwa menciderai umat Islam, dan menimbulkan kegaduhan serta memecah kerukunan di masyarakat.
Selain itu, Hakim juga menyatakan pertimbangan yang meringankan yakni belum pernah dihukum dan bersikap sopan selama mengikuti proses persidangan.
Dalam berkas putusan setebal 630 halaman tersebut, majelis hakim menilai ucapan Ahok yang menyinggung surat Al-Maidah ayat 51 terbukti memenuhi unsur kesengajaan seperti yang termaktub dalam pasal 156 A KUHP. Vonis hakim ini lebih berat dari tuntutan Jaksa sebelumnya yakni pidana penjara selama 1 tahun dengan masa percobaan 2 tahun.
"Pengadilan tidak melihat ada usaha dari terdakwa untuk menghindari penggunaan kata-kata yang merendahkan ayat suci Al-Quran. Bahkan diulangi dengan menyebut dibodohi," kata Hakim.
Ucapan Ahok yang dianggap menodai agama tersebut adalah: "Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil Bapak Ibu nggak bisa pilih saya, iya kan? Dibohongi pakai Surat Al-Maidah 51, macam-macam itu."
Hakim juga mengatakan "terdakwa seharusnya bisa menghindari simbol keagamaan yang berkonotasi negatif karena hal itu sebenarnya tidak berkaitan dengan program kerja yang disampaikan".
Hakim tidak sependapat dengan pendapat penasihat hukum terdakwa bahwa kasus tersebut berkaitan dengan politik yang terjadi di Jakarta. Pengadilan juga berpendapat bahwa kasus tersebut adalah murni kasus penodaan agama sebab sebagian besar saksi-saksi yang didatangkan bukan orang yang berdomisili di Jakarta.
"Mereka juga bukan orang-orang yang berkecimpung dalam politik atau partai politik. Tapi sebagian besar dari mereka adalah orang-orang yang berkecimpung dalam kegiatan keagamaan," ujarnya.
Terhadap putusan majelis hakim tersebut, Ahok menyatakan akan mengajukan banding saat ditanya oleh majelis hakim.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto