Menuju konten utama

Rekomendasi Epidemiolog Usai Muncul Klaster Sekolah saat PTM

Menurut Dicky diperlukan evaluasi penentuan kriteria level PPKM yang jadi syarat boleh atau tidaknya menyelenggarakan PTM di sekolah-sekolah.

Rekomendasi Epidemiolog Usai Muncul Klaster Sekolah saat PTM
Sejumlah siswa mengikuti Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di SMAN 3, Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (15/9/2021). ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang/wsj.

tirto.id - Epidemiolog asal Indonesia di Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan munculnya klaster penularan COVID-19 dalam kegiatan pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah perlu dicari penyebabnya.

Termasuk perlunya mengevaluasi kriteria level pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) daerah yang diperbolehkan menyelenggarakan PTM di sekolah-sekolah.

“Sekarang yang harus dilakukan adalah dievaluasi status data ini. Benar tidak tidak dengan PPKM level 3 bisa tetap muka. Kalau tidak bisa ya diturunkan jadi harus PPKM level 2 baru bisa PTM,” kata Dicky, Jumat (24/9/2021).

Dari studi literatur kata Dicky terjadinya klaster di sekolah menandakan bahwa tingkat penularan di masyarakat juga masih tinggi. Sehingga data yang menunjukkan bahwa daerah tersebut sudah terkendali dan diperbolehkan melakukan PTM harus ditinjau ulang.

“Kemudian juga ada masalah pada orang dewasa di sekitar anak-anak yang mungkin mereka tidak divaksin yang kemudian sering kontak dengan anak-anak,” kata Dicky.

Serta orang dewasa lainnya yang tidak taat protokol kesehatan tetapi melakukan kontak dengan anak-anak.

Faktor-faktor tersebut yang menjadi penyebab klaster di sekolah meningkat, termasuk di Australia kata Dicky terjadi peningkatan lima kali lipat dibanding sebelum ada varian delta.

Oleh sebab itu Dicky mengusulkan agar ada sistem buble untuk anak-anak sekolah. Anak-anak ditentukan dengan satu kelompok pertemanan yang sama untuk saling berinteraksi. Namun dibatasi interaksi dengan orang dewasa yang meningkatkan potensi penularan.

Selain itu kata dia sekolah yang menjadi klaster penularan harus ditutup sementara dan melakukan 3T (testing, tracing, treatment). Kemudian yang tidak kalah pentingnya adalah mencari tahu penyebab atau asal muasal penularan.

“Saya mengusulkan ada buble pendidikan. Atau buble pertemanan. Anak-anak mainnya dengan temannya yang itu saja, tidak berubah-berubah. Karena anak perlu interaksi sosial dan pertemanan harus ada. Bahkan buble ini bisa membuat mereka saling main kerumah tapi orang dewasa tidak boleh ikut kontak,” jelasnya.

Sebelumnya diketahui terjadi klaster penularan COVID-19 di sejumlah sekolah setelah melakukan PTM, beberapa di antaranya kasus klaster di sekolah ditemukan di Jawa Tengah.

Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Jumeri mengatakan dari total 46.580 satuan pendidikan yang telah melaksanakan PTM Terbatas, jumlah laporan dari satuan pendidikan terkait penularan COVID-19 di satuan pendidikan yaitu sebesar 2,8% atau 1.296.

Baca juga artikel terkait PEMBELAJARAN TATAP MUKA 2021 atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Bayu Septianto