tirto.id - Istana Negara dengan Tanjung Duren Utara, Jakarta Barat, hanya terpisah jarak 5,6 kilometer, 33 menit menggunakan mobil via Jalan Tomang Raya. Monas pun masih kelihatan dari kantor Kelurahan Tanjung Duren Utara. Tapi kontras begitu terasa antara keduanya.
Di kelurahan yang termasuk kecamatan Grogol Petamburan itu masih banyak warga yang buang air besar di sungai.
Hal ini diketahui dan ramai dibicarakan media massa setelah Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Barat Kristi Watini melakukan verifikasi Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), Selasa (1/10/2019) lalu. Ada 214 Kepala Keluarga (KK) di empat RW wilayah Tanjung Duren Utara yang memilih BAB di sungai, kata Kristi. Mereka tidak punya jamban yang sehat.
KK terbanyak yang melakukan itu tinggal di RT 15 RW 07. Jumlahnya 124. Demikian seperti dikutip dari Antara.
Ini jelas ironi. Selain karena DKI Jakarta berstatus ibu kota, fakta ini membuktikan tak semua target RPJMN 2015-2019 tercapai--akses universal 100 persen air minum, 0 persen permukiman kumuh dan 100 persen setop bebas buang air besar sembarangan (SBS).
Dari data Depkes, pemerintah memasang target percepatan 400 persen untuk setop buang air besar sembarangan (SBS) pada 2019. Padahal data dari Sekretariat Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), hingga 2015, sebanyak 62 juta atau 53 persen penduduk perdesaan masih belum memiliki akses terhadap sanitasi yang layak dan 34 juta di antaranya masih melakukan praktik buang air besar sembarangan.
Tak Ada Dana
Kondisi ini dibenarkan langsung oleh Camat Grogol Petamburan Didit Sumaryanta. Ia lantas bilang sebenarnya sudah ada rencana proyek pembuatan communal septic tank atau bak pembuangan kotoran umum. Proyek ini diusulkan Kelurahan Tanjung Duren Utara.
Sayangnya, seperti dilaporkan Antara,proyekini belum terlaksana karena anggarannya tidak ada. Oleh karenanya Didit mengatakan akan sesegera mungkin merangkul pihak-pihak lain agar proyek ini bisa "dilakukan secara bersama."
"Sudah disosialisasikan oleh lurah, hanya kami tunggu pelaksanannya," ujar Didit di Jakarta, Jumat (4/1/2019) lalu.
Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PSI, William Aditya Sarana, pernah menyinggung ketiadaan dana untuk sanitasi ini saat mengomentari anggaran jumbo untuk renovasi rumah dinas Gubernur DKI.
"Anggaran itu harus dikaji lagi urgensinya seperti apa, apakah memang dibutuhkan di tengah adanya daerah kampung warga di Grogol yang kurang sanitasi?" tanyanya, retoris, Ahad (6/10/2019) lalu. Ia lantas mengusulkan anggaran renovasi dialihkan untuk warga Grogol.
Sementara Wali Kota Jakarta Barat, Rustam Effendi, malah marah-marah kepada wartawan saat dimintai keterangan terkait isu yang terjadi di wilayahnya ini.
Awalnya, sejumlah wartawan yang biasa bekerja di Balai Kota DKI Jakarta beberapa kali menghubungi Rustam lewat telepon dan pesan singkat. Sayang telepon tak dianggap, sementara pesan hanya dibaca tapi tak dibalas.
Telepon seorang wartawan akhirnya diangkat, tapi Rustam justru marah-marah dan tidak bertanya terlebih dulu apa maksud si penelepon.
"Kamu itu kalau enggak diangkat jangan telepon lagi, dong. Saya sakit kamu tahu enggak? Sudah berkali-kali enggak diangkat masih telepon juga," kata Rustam, Senin (7/10/2019) siang. Setelah itu dia lantas mematikan sambungan telepon.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan Sabtu lalu (5/10/2019) mengatakan kalau masalah ini "memang PR (pekerjaan rumah) kita di Jakarta." Dia bilang sedang menangani masalah ini, namun baru pada tahap pendataan.
"Dengan pendataan bersama PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga), kita bisa mengidentifikasi kampung mana yang belum memiliki jamban yang lengkap. Dari situ kemudian kita bisa bangun sama-sama," katanya.
Pemprov DKI sudah mengajukan dana sebesar Rp10 miliar--lebih besar dari anggaran renovasi sebesar Rp2,4 miliar--untuk mengatasi masalah ini. Ini sudah diajukan dalam Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) 2020.
Jika tak ada halangan, anggaran ini akan disetujui November dan akan dipakai tahun depan. Dengan kata lain, warga Grogol masih harus menunggu lama sebelum punya sanitasi layak.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Maya Saputri