tirto.id - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Yati Andriyani menilai pernyataan Joko Widodo (Jokowi) yang meminta masyarakat Papua saling memaafkan sangat tidak cukup kapasitas dan otoritasnya sebagai seorang Presiden.
"Pertama kalau diajak untuk saling memaafkan, sebetulnya siapa korban dalam peristiwa ini? Orang Papua tuh yang menjadi korban dan mereka harus meminta maaf pada siapa. Itu tidak jelas," ujar dia, saat Aksi Kamisan, di Taman Aspirasi di depan Istana Negara, Kamis (22/8/2019).
Ia juga menuturkan, warga Papua mempunyai sifat yang saling memaafkan satu sama lain. Namun, persoalan utamanya, kata dia, bukan saling memaafkan.
Akan tetapi, bagaimana persoalan-persoalan yang mendera mereka, seperti soal rasisme, diskriminasi, pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), tuntutan untuk referendum, itu didengar dan dibuka ruangnya untuk dialog.
"Dibuka oleh pemerintah untuk dibicarakan secara komprehensif," ucap dia.
"Jadi kalau hanya menyerukan ajakan mohon maaf, ya itu hanya tindakan yang menurut saya sih di permukaan saja. Artificial saja ya. Itu tidak menjawab dan tidak akan menyelesaikan masalah yang sebenarnya terjadi," imbuh dia.
Seharusnya, kata dia, Presiden Jokowi sebagai seorang presiden yang paling konkret adalah langsung menyerukan secara terbuka meminta maaf kepada orang-orang Papua.
Sebab, lanjut dia, dengan adanya kejadian aparat kepada Mahasiswa di Surabaya, Jawa Timur, terjadi stigma dan rasisme diskriminasi terhadap mereka.
Kemudian, kata dia, presiden juga secara langsung memerintahkan penegak hukum untuk segera memproses secara hukum pihak-pihak siapa pun yang melakukan tindakan-tindakan rasisme atau perlakuan-perlakuan diskriminatif terhadap orang Papua.
"Saya rasa yang juga penting segera dilakukan, presiden harus muncul dengan menghadirkan kebijakan-kebijakan yang konkret. Yang nyata untuk menjawab persoalan-persoalan dikeluhkan orang Papua gitu. Bukan hanya dengan seruan mengajak saling memaafkan. Itu sama sekali tidak menjawab masalah," kata dia.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Zakki Amali