tirto.id - Setidaknya ada empat gugatan hukum berproses di Amerika Serikat menuntut kompensasi dari pemerintah Cina atas pandemi COVID-19.
Negara bagian Missouri, Amerika Serikat, secara resmi pada Selasa kemarin telah melayangkan gugatan perdata terhadap pemerintah Cina berkaitan persebaran Coronavirus baru seperti dikutip The New York Times.
Dalih Jaksa Agung negara bagian Missouri, Eric Schmitt menggugat Cina karena negara pesaing Amerika Serikat itu bertanggung jawab terhadap banyak kematian, penderitaan, kerugian ekonomi dunia sebagai dampak SARS-CoV-2 yang menyebar dari Cina.
Schmitt, menganut Partai Republican sebagaimana Donald Trump, menuduh Cina telah menyembunyikan informasi COVID-19 dan lamban menanganinya, sehingga virus menyebar hingga AS.
Gugatan class action juga diajukan sekelompok warga di pengadilan federal Texas. Ribuan warga Florida AS juga dilaporkan telah menandatangani gugatan serupa ke pemerintah Cina.
Tuntutan terpisah akan diajukan oleh Las Vegas, pusat hiburan di negara bagian Nevada, dengan nilai kompensasi miliaran dolar AS, dikutip dari ABC News.
Pengacara konservatif, Larry Klayman dari Freedom Watch yang mewakili warga meminta kompensasi setidaknya 20 triliun dolar AS kepada pemerintah Cina. Klaim mereka yang diragukan, karena menuduh Cina mengembangkan senjata biologi berupa virus Corona, dilaporkan CBS News.
Coronavirus dilaporkan terjadi di Wuhan, Provinsi Hubei, Cina sejak Desember 2019 yang berasal dari sebuah pasar yang menjual hewan konsumsi yang tak lazim seperti kelelawar. Pada 22 April, di Cina telah ada kasus terkonfirmasi 82.788 dengan 4.632 meninggal.
Jumlah kasus di AS telah melampaui Cina. Laporan harian kemarin ada 819.175 kasus terkonfirmasi dengan 45.343 meninggal.
Tingginya kasus di AS telah memicu sentimen Presiden Donald Trump, mendorongnya untuk penyelidikan atas tudingan tak berdasar bahwa ada kebocoran laboratorium di Cina, sehingga Corona menyebar. Cina telah menolak penyelidikan dan kompensasi dari AS.
"Virus ini adalah musuh bersama bagi seluruh umat manusia dan dapat menyerang kapan saja, di mana saja," kata Geng Shuang, juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina. "Seperti negara lain, Tiongkok juga menjadi korban, bukan pelaku, apalagi kaki tangan Covid-19."
Gugatan dari AS diragukan secara hukum oleh para ahli karena keterbatasan yurisdiksi terhadap negara lain. Cina kebal hukum dari tuntutan AS terkait pandemi Corona.
“Ada pengecualian untuk gugatan yang dilakukan di Amerika Serikat oleh pejabat yang bertindak dalam kapasitas resmi; paradigma itu akan seperti kecelakaan mobil kedutaan," kata Tom Ginsburg, seorang profesor hukum internasional di Universitas Chicago, dikutip BBC.
Kerugian Ekonomi Memicu Gugatan
Gugatan class action tidak melulu menyasar Cina. Warga New York AS, justru menggugat Badan Kesehatan Dunia (WHO) karena lalai dan gagal mendeteksi, menanggulangi wabah dan mengkoodinasikan bantuan global atas pandemi Corona yang berasal dari Negara Tirai Bambu, dikutip dari The Guardian.
Atas dasar pertimbangan kekuatan ekonomi AS yang mengimbangi Cina, sekelompok warga Israel mengajukan gugatan serupa di wilayah Amerika Serikat. Cina dituding tak kebal hukum dari gugatan karena persebaran Coronavirus bagi mereka tergolong tindakan teror, dilaporkan surat kabar Israel, The Jerussalem Post, Minggu (19/4/2020).
Gugatan diajukan di AS karena fakta bahwa "sebagian besar negara lain takut akan implikasi kekuatan ekonomi China" tambahnya. Dalam beberapa tahun terakhir Cina melakukan investasi besar dalam infrastruktur Israel, memenangkan miliaran dolar AS tender untuk proyek-proyek seperti lightrail Tel Aviv dan pelabuhan baru Haifa.
Gugatan terhadap Cina mencuat dari negara-negara dunia lantaran adanya keraguan terhadap transparansi penanganan pandemi COVID-19. Akibatnya anggota negara G7 menanggung kerugian ekonomi setidaknya 6,5 triliun dolar AS, dilaporkan The Sydney Morning Herald. Sebagian dari negara G7 seperti Amerika Serikat telah mengajukan gugatan internasional.
Jumlah kasus Corona di dunia juga terus naik; menjadikan alasan negara lain menggugat ke Cina. Hingga 22 April, lebih dari 2,5 juta kasus dilaporkan dan 178 ribu orang meninggal karena Corona.
Di Indonesia, keraguan terhadap penanganan COVID-19 oleh pemerintahan Jokowi telah mencuat sebelum virus memasuki wilayah ini. Namun sejak laporan kasus pertama pada 2 Maret, masih menyisakan keraguan terhadap transparansi data kasus. Sejumlah ahli memperkirakan Corona masuk Indonesia sejak Januari.
Presiden Jokowi membantah telah menutupi data kasus Corona dan menampik kritik yang menyebut Indonesia tidak bekerja maksimal menangani COVID-19. Namun, sejauh ini belum ada gugatan kepada Cina.
Gugatan di Indonesia justru muncul dari dalam negeri oleh sekelompok orang ke Mahkamah Konstitusi setelah Jokowi mengeluarkan Perppu 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan.
Editor: Abdul Aziz