Tarekat Idrisiyyah diperkenalkan di Indonesia oleh Abdul Fattah, asal Tasikmalaya. Sikap anti penjajahan tarekat ini membuat ia sempat mendekam di penjara.
Ajaran tasawuf lahir sebagai cara untuk mendekatkan diri kepada Allah secara intens. Jalan ini juga memilih kesederhanaan dalam mencicip kehidupan dunia.
Abul Hasan Ali bin Harzahim pernah meragukan "Ihya Ulumuddin". Ia sempat berencana membakar salinan-salinan kitab tersebut, tapi urung setelah mimpi bertemu Rasulullah.
Junaid al-Baghdadi bisa mempertemukan fikih dan tasawuf di saat keduanya tidak pernah mengalami titik temu. Pandangannya sejalan dengan ideologi moderat NU.
Haidar Bagir, pendiri penerbit Mizan, fokus pada kajian tasawuf, terutama varian falsafi. Inilah yang mendorongnya mengkampanyekan sikap toleran, termasuk kepada kelompok minoritas.