Indeks Orde Baru

Orde Baru pernah mendorong produksi sejumlah film yang ditujukan untuk pendidikan seks, namun oleh pembuat film justru dimanfaatkan untuk mengeksploitasi erotisme.

Kekuasaan Soeharto selama 32 tahun ditopang oleh kekuatan politik kaum militer.

Devaluasi rupiah pada 15 November 1978 turut diakibatkan oleh menggunungnya utang jangka pendek Pertamina sebesar 40 juta dolar AS.

Seluruh Menteri Pertahanan selama rezim Orde Baru adalah jenderal angkatan darat.

Seks, sadisme, dan mistis dirayarakan di layar perak seiring lahirnya Orde Baru. 

Tanggal 7 November 1934 adalah hari lahir W.S. Rendra, sastrawan besar yang menikam tirani melalui puisi.

Dunia perfilman Indonesia pernah dibanjiri bintang film asing, namun hanya menghasilkan film-film buruk.

Golkar kuat karena terbiasa dengan konflik internal.

Kisah fitnah tentang perempuan-perempuan yang melakukan tarian telanjang Harum Bunga semakin langgeng dalam narasi sejarah Orde Baru.

Kasus korupsi jenderal polisi di era Orde Baru terungkap berkat bantuan mantan Kapolri Hoegeng Iman Santoso.

Pendidikan Moral Pancasila (PMP) di masa Orde Baru mengalami kegagalan yang mengakar. Praktik manipulasi pendidikan moral hanya menguntungkan penguasa.

Orde Baru mewajibkan PNS memilih Golkar. Mereka yang kritis dan menolak harus siap dimutasi ke pelosok atau bahkan dipecat.

Moerdiono adalah salah satu pembantu Soeharto paling setia. Pada 10 tahun terakhir masa kekuasaan presiden kedua itu, Moerdiono berperan sebagai juru bicaranya.

Masih perlukah masyarakat menonton film PKI bikinan Orde Baru?

Sebuah merek bukan sekadar perkara nama. Ia adalah identitas dan mengandung beragam reputasi juga informasi.

Korupsi dapat mengurangi kualitas pertumbuhan ekonomi dan semakin melebarkan jurang ketimpangan.

Sejak zaman Belanda, sensor film tetap bekerja dengan dalih "keharmonisan masyarakat."

Hubungan baik keluarga besar B.J. Habibie dengan Soeharto terjalin saat terjadi pemberontakan Andi Azis di Makassar.

Menurut Abdul Qadir Djaelani, bentrok antara umat Islam dengan aparat di Tanjung Priok pada 12 September 1984 menewaskan ratusan orang.

Kodam VI/Mulawarman sekarang mungkin akan bernasib seperti Kodam di Jakarta saat ini. Dulu Panglima Kodam di Kalimantan adalah jenderal yang kurang disukai.