Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kian meningkat saat pandemi COVID-19. Masalah ekonomi saat pandemi menjadi faktor dominan penyebab KDRT, menurut Komnas Perempuan.
Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Yogyakarta meningkat menjadi alarm bagi pemerintah segera mengambil kebijakan strategis berperspektif gender selama pandemi COVID-19.
Kabar perceraian Ustadz Al Habsyi meramaikan lagi pembicaraan publik tentang poligami. Menurut UU Perkawinan, Indonesia membolehkan poligami, meski dengan aturan dan syarat yang ketat.
Perempuan masih menjadi korban paling rentan dalam kekerasan dan pelecehan seksual di ruang publik. Korban kerap tak melapor karena malu, takut, bahkan menganggap pelecehan tadi sebagai hal yang biasa.
Syaldie Sahude dan Aquarini Priyatna memaparkan bagaimana laki-laki berperan penting dalam mendorong keadilan gender dan bagian dari solusi mengikis stereotip dan menghapus kekerasan terhadap perempuan.
Ada lebih dari 300 ribu kasus kekerasan terhadap perempuan di tahun 2015. Angka kekerasan terhadap perempuan masih tinggi karena kerap dianggap sebagai hal yang wajar.
Setiap tahunnya, ada sekitar 500 perempuan yang tewas di Pakistan karena mengalami kekerasan. Sebuah aplikasi telepon selular dimunculkan sebagai salah satu upaya meningkatkan keamanan terhadap perempuan.
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) mencatat, setidaknya terdapat 12 anak di bawah umur yang menjadi korban pemerkosaan ayah tirinya.
Perempuan seringkali menjadi sasaran kekerasan. Kekerasan terhadap perempuan berakar dari pola pikir patriarkal yang menganggap posisi mereka inferior dibandingkan laki-laki. Bagaimana cara menanggulanginya?