Menuju konten utama

Putusan Hakim Soal Larangan Cina Punya Tanah di DIY Dinilai Janggal

ICM menilai ada kejanggalan dalam putusan hakim yang menolak gugatan warga keturunan Cina memiliki tanah di Yogyakarta.

Putusan Hakim Soal Larangan Cina Punya Tanah di DIY Dinilai Janggal
Warga keturunan Thionghoa mencuci patung dewa di Klenteng Fuk Ling Miau, Gondomanan,Yogyakarta, Senin (23/1). Sebagian warga keturunan Tionghoa mulai melakukan berbagai persiapan seperti mencuci dan membersihkan patung-patung dewa guna menyambut perayaan tahun baru Imlek 2568. ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko.

tirto.id - Indonesian Court Monitoring (ICM) menilai, putusan PN Yogyakarta pada Selasa (20/2/2018) yang menolak gugatan terkait diskriminasi pertanahan dinilai janggal. Kejanggalan itu antara lain alasan atau pertimbangan hukum dari majelis hakim yang menyebut Instruksi Wagub Tahun 1975 adalah kebijakan yang berbasis AUPB (Asas Umum Pemerintahan yang Baik).

"Majelis Hakim tidak menguraikan secara cermat dan menyeluruh apa kaitan AUPB dengan Instruksi Tahun 1975," kata Direktur ICM, Wahyu, Selasa (20/2/2018).

Berdasarkan penelusuran regulasi yang dilakukan ICM, AUPB telah diatur dalam UU Administrasi Pemerintahan 30 th 2014 dan asas yang ada antara lain adalah asas kepastian hukum, asas ketidakberpihakan, asas keterbukaan dan asas kepentingan umum.

Asas kepastian hukum berarti mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan. Sementara, tiga asas lain (asas ketidakberpihakan, keterbukaan dan kepentingan umum) dalam penjelasan di Pasal 10 UU Nomor 30 Tahun 2014 bahkan memuat pengertian "tidak diskriminatif".

"Artinya kalau Majelis Hakim konsekuen dari AUPB yang telah diatur dalam UU 30 tahun 2014 nyata bahwa Instruksi Wagub Tahun 1975 malah langgar AUPB," tutur Wahyu.

Kejanggalan lain menurut ICM, yaitu Majelis Hakim merujuk UU Keistimewaan 13 Tahun 2012 sebagai "pembenar" Instruksi 1975. Padahal, menurut penelusuran ICM, dalam Pasal 16 huruf a UUK, terdapat ketentuan larangan terhadap gubernur dan wakil gubernur DIY mendiskriminasi warga negara/golongan masyarakat tertentu.

Di sisi lain, jika merujuk pada Kewenangan Pertanahan di UUK Pasal 32 dan 33 hal itu merujuk pada ketentuan tentang hak milik atas tanah Kasultanan dan tanah Pakualaman bukan tentang hak milik warga negara, sebagaimana yang digugat.

"Dari kejanggalan-kejanggalan tadi, ICM sebagai bagian jaringan dari Komisi Yudisial RI akan berkomunikasi ke KY RI dan ke depan akan mengirim pengaduan resmi ke KY RI agar memeriksa putusan majelis hakim," tandas Wahyu.

Menurutnya, pengaduan tersebut juga bertujuan untuk penegakan kode etik dan pedoman perilaku hakim, terutama butir profesional dan berdisiplin tinggi dalam peraturan bersama KY dan MA tentang kode etik dan pedoman perilaku hakim.

Baca juga artikel terkait HEADLINE atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Hukum
Reporter: Dipna Videlia Putsanra
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Agung DH