Menuju konten utama

Putusan Bawaslu soal OSO Cacat, KPU Diminta Mengacu MK

Menurut pakar hukum tata negara, Zainal Arifin Mochtar KPU, semestinya KPU tetap berpegang pada putusan Mahkamah Konstitusi soal Oesman Sapta Odang.

Putusan Bawaslu soal OSO Cacat, KPU Diminta Mengacu MK
Ketua Bawaslu Abhan (tengah) bersama Anggota Bawaslu memimpin sidang Pembacaan Putusan Gugatan Oesman Sapta Odang (OSO) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) di ruang sidang Bawaslu, Jakarta, Rabu (9/1/2019). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

tirto.id - Putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) soal Oesman Sapta Odang (OSO) dinilai bertentangan dengan undang-undang, sehingga mengacaukan tatanan hukum negara. Komisi Pemilihan diminta tetap berpegang teguh pada putusan Mahkamah Konstitusi.

Ahli Hukum Tata Negara Zainal Arifin Mochtar memandang, putusan Bawaslu terkait pencalonan OSO sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) cacat. Menurut dia, Bawaslu sudah melanggar banyak aturan ketatanegaraan lewat putusan itu.

"Putusan Bawaslu melanggar banyak hal. Bukan hanya putusan MK, juga putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dia langkahi, karena putusan PTUN kan tidak begitu bicaranya," kata Zainal di kantor KPU RI, Jakarta, Minggu (13/1/2019).

KPU, menurut Zainal, mestinya tetap berpegang pada putusan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga tertinggi penafsir undang-undang, tapi ia menyerahkan putusan akhir kepada KPU.

"Seharusnya putusan MK dijalankan konsisten. Semestinya, logikanya begitu, tapi KPU sudah punya pendirian ya silakan KPU yang harus menyampaikan ke publik," kata Zainal.

Putusan MK nomor 30/PUU-XVI/2018 melarang pengurus partai politik rangkap jabatan sebagai anggota DPD, sehingga pelarangan ada pada tahap pencalonan bukan setelah terpilih dan jadi syarat ditetapkannya calon terpilih.

Menurut Zainal, putusan Bawaslu melampaui kewenangan lembaga itu sendiri. Dalam pasal 461 ayat 6 UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Dia meminta agar KPU tak mengikuti logika putusan Bawaslu.

Bunyi ayat 6 Pasal 461 itu disebutkan, “Putusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota untuk menyelesaikan pelanggaran administrasi Pemilu berupa perbaikan administrasi terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; teguran tertulis; tidak diikutkan pada tahapan tertentu dalam Penyelenggaraan Pemilu; dan sanksi administrasi lainnya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang.”

“Putusan OSO tidak mencerminkan kewenangan Bawaslu di pasal tersebut. Dampaknya, KPU serba salah dalam menjalankan putusan Bawaslu, karena ada peluang melanggar banyak hal," tuturnya.

Terkait Kasus OSO, putusan Bawaslu memutuskan KPU agar memasukkan OSO ke Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPD dalam Pemilu 2019 dengan catatan saat OSO terpilih, harus menyerahkan surat pengunduran diri dari pengurus parpol maksimal sehari sebelum penetapan calon DPD terpilih.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2019 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hard news
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Zakki Amali