tirto.id - Dosen Hukum Tata Negara dan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari meminta pemerintah dan DPR memperbaiki Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Pemerintah dan DPR mempunyai waktu 2 tahun untuk memperbaiki UU tersebut.
"Memperbaiki prosedur UU Cipta Kerja bermakna memperbaiki tata cara pembentukan agar sesuai ketentuan UU Nomor 12 Tahun 2011 jo UU Nompor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, termasuk dalam rangka menampung partisipasi publik," ujar Feri dalam keterangan tertulis, Jumat (26/11/2021).
Menanggapi putusan MK, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto memaknai UU Ciptaker "tetap berlaku secara konstitusional sampai dengan dilakukan perbaikan."
Dalam perkara ini, MK menilai UU Ciptaker inkustitusional karena alasan pemerintah merevisi sejumlah undang-undang demi memangkas waktu tidak dapat dibenarkan. Pemerintah tidak boleh mengambil jalan pintas yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP) yang merupakan turunan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. MK juga menganulir dalih pemerintah bahwa UU Cipta Kerja sama dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 maupun UU Nomor 32 Tahun 2004.
Bersandar pada putusan MK, Feri meminta pemerintah dan DPR memperbaiki UU Ciptaker dengan mengoptimalkan partisipasi publik dan menyesuaikan mekanisme prosedur pembentukan UU yang benar.
Artinya pemerintah mesti membentuk UU Ciptaker dengan konsep satu klaster isu saja agar tidak bertentangan dengan UU PPP dan putusan MK tersebut.
"Bukan ditafsirkan dapat dilaksanakan 2 tahun, sekali lagi diperbaiki dalam 2 tahun. Jika dipaksakan pelaksanaan seluruh tindakan/kebijakan maka akan batal demi hukum bahkan dapat berkonsekuensi pidana korupsi jika merugikan keuangan negara, cacat administratif dan dapat digugat perdata," tukas Feri.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Gilang Ramadhan