tirto.id - Perilaku Pimpinan dan Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi sorotan pegiat antikorupsi.
Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari menilai kehadiran pimpinan KPK dalam pernikahan anak Ketua DPR Bambang Soesatyo alias Bamsoet maupun pertemuan Deputi Penindakan Firly dengan Tuanku Guru Bajang (TGB) melanggar kode etik.
Feri bahkan menilai menilai, pemimpin KPK seharusnya mundur bila masih memegang etik KPK. "Kalo punya etik ya mundurlah," kata Feri saat dihubungi Tirto, Kamis (20/9/2018).
Pimpinan KPK diduga melanggar pasal 36 huruf a UU KPK karena Bamsoet (sapaan Bambang Soesatyo) merupakan salah satu pihak terkait dalam penanganan perkara. Bamsoet sedianya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Irvanto dan Made Oka dalam perkara korupsi e-KTP.
Tapi Wakil Ketua KPK Alexander Marwata berdalih, kehadiran para komisioner KPK dalam pernikahan anak Bamsoet sebagai upaya menjaga hubungan antara KPK dengan DPR. Ia juga menyanggah kalau Bamsoet termasuk pihak terkait penanganan perkara e-KTP. Alasannya pemeriksaan Bamsoet dalam perkara e-KTP masih sebatas saksi.
Selain itu, KPK juga membantah pertemuan Deputi Penindakan KPK Irjen Firly dengan Gubernur NTB Tuanku Guru Bajang (TGB) punya tendensi tertentu. Pertemuan tersebut menjadi sorotan karena TGB diduga terlibat dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi divestasi Newmount.
Ketua KPK Agus Rahardjo membenarkan Firly bermain tenis bersama TGB. Agus justru menilai, Firly tidak melanggar aturan yang ada saat bermain tenis dengan TGB. Tapi Agus menyanggah keduanya "tidak ada kedekatan" dan tidak membicarakan kasus.
Seharusnya, kata Feri, pimpinan mempersoalkan kedatangan Firly sekaligus kesalahan mereka mendatangi pernikahan anak Bamsoet. KPK pun seharusnya memroses baik Firly maupun para pimpinan KPK. Pimpinan pun tidak boleh melindungi Firly.
Editor: Agung DH