Menuju konten utama

Pukat UGM Beri Catatan Kritis Pemberantasan Korupsi di Era Jokowi

"Pemerintah lebih banyak pasif, alih-alih melawan wacana pelemahan KPK dengan wacana tandingan yang memiliki arah penguatan KPK," ujarnya.

Pukat UGM Beri Catatan Kritis Pemberantasan Korupsi di Era Jokowi
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) , Yuris Rezha (kiri) saat diskusi terkait catatan evaluasi pemberantasan korupsi tahun 2018 di Yogyakarta, Senin (10/12/2018). tirto.id/Irwan A. Syambudi.

tirto.id - Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) menilai upaya pemberantasan korupsi dalam empat tahun pemerintahan Jokowi-JK belum sepenuhnya berhasil.

Hal ini dilihat dari sejumlah poin terkait pemberantasan korupsi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang masih belum tercapai.

Peneliti Pukat FH UGM, Yuris Rezha menyebut ada empat poin arah kebijakan dan strategi mengenai pemberantasan dan pencegahan korupsi era Jokowi yakni harmonisasi peraturan perundang-undangan di bidang korupsi; penguatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK); penguatan mekanisme pencegahan; dan pendidikan antikorupsi.

Dalam diskusi terkait catatan evaluasi pemberantasan korupsi tahun 2018 dan bedah visi misi antikorupsi di Yogyakarta, Senin (10/12/2018), Yuris memberikan catatan khusus terhadap empat poin tersebut.

Pertama, menurutnya, pemerintah belum berhasil mewujudkan harmonisasi peraturan perundang-undangan bidang korupsi yang mengacu pada ketentuan United Nations Convention against Corruption (UNCAC).

"Meski sudah ada upaya melalui RUU Tipikor yang dimasukkan dalam Prolegnas 2015-2019, pada kenyataannya RUU tersebut mandek dan tidak pernah sekalipun masuk dalam RUU prolegnas tahunan," kata Yuris.

Poin kedua terkait penguatan kelembagaan KPK, menurutnya, juga belum sepenuhnya dilaksanakan. Hal ini, kata dia, terlihat dari awal pemerintahan Jokowi yang malah terjadi kasus kriminalisasi terhadap KPK.

Selain itu, adanya wacana revisi UU KPK yang bernuansa pelemahan KPK juga malah tidak mendapatkan respons dari pemerintah.

"Pemerintah lebih banyak pasif, alih-alih melawan wacana tersebut dengan wacana tandingan yang memiliki arah penguatan KPK," ujarnya.

Ketiga, terkait kebijakan pencegahan, monitoring dan evaluasi program pencegahan dinilainya juga belum optimal. Bahkan dalam kurun waktu 2015-2017 statistik penindakan KPK masih mencatat tren peningkatan tindak pidana korupsi dari sektor pengadaan barang dan jasa, pegawai BUMN, serta swasta.

"Padahal tiga sektor tersebut merupakan sektor prioritas dalam program pencegahan korupsi yang dimunculkan dalam instruksi presiden tentang pencegahan korupsi tahun 2015 dan 2016," katanya.

Sementara itu, terkait agenda strategis dan rencana kebijakan mengenai upaya preventif menyadarkan masyarakat melalui pendidikan anti korupsi juga belum sepenuhnya berjalan.

Pasalnya, secara faktual kata Yuris sebagian besar perguruan tinggi masih belum memiliki mata kuliah antikorupsi, meskipun sudah ada aturan terkait itu.

Isu Penegakan Hukum dan Pemberantasan Korupsi yang Harus Dibereskan

Sejumlah isu startegis terkait penegakan hukum dan pemberantasan korupsi pada masa pemerintahan Jokowi jika tidak diselesaikan menurutnya akan kembali menjadi perhatian publik. Di antaranya ada isu pelemahan KPK yang dapat muncul sewaktu-waktu, sehingga dapat menghambat penegakan hukum pemberantaran korupsi.

Selain itu juga adanya kasus mega korupsi seperti BLBI, Century, dan E-KTP yang menurutnya belum diusut tuntas. Sehingga pemerintah dinilai perlu untuk mendorong penuntasan kasus tersebut.

Dan kasus lain yang perlu juga untuk dituntaskan adalah korupsi politik yang melibatkan pejabat di daerah, kasus penyerangan Novel Baswedan, penindakan mafia peradilan, serta pemidanaan korupsi korporasi.

Baca juga artikel terkait KORUPSI atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Hukum
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Maya Saputri