Puasa Bulan Syaban 2022 Mulai Tanggal Berapa & Kapan Nisfu Sya'ban?

tirto.id - Puasa Syakban pada tahun ini dapat dilakukan sejak Jumat, 4 Maret 2022 yang bertepatan dengan 1 Syakban 1443H. Umat Islam yang berniat untuk melakukan puasa ganti Ramadhan masih punya kesempatan membayar puasa qadha pada bulan ini. Sementara itu, malam nisfu sya'ban tahun ini jatuh pada Kamis, 17 Maret 2022 sejak ba'da magrib.

Saat ini, dalam kalender Hijriyah 1443H, umat Islam masih berada di bulan Rajab hingga Kamis, 3 Maret 2022 (30 Rajab 1443H). Setelah bulan Rajab, bulan berikutnya adalah bulan Syakban yang jumlahnya bisa 29 atau 30 hari.

Bulan Syakban sendiri menjadi bulan istimewa bagi Nabi Muhammad saw. Pada bulan tersebut, Rasulullah menjalankan puasa sunah lebih banyak dibandingkan dengan bulan-bulan lain.

Diriwayatkan dari jalur 'Aisyah ra, bahwa Rasulullah saw. tidak pernah melaksanakan puasa lebih banyak dalam sebulan selain bulan Syakban (H.R. Bukhari).

Bulan Syakban juga merupakan bulan terakhir bagi seorang muslim untuk mengganti puasa pada Ramadan sebelumnya. Diriwayatkan, Abu Salaham ra. mendengar Aisyah ra. berkata, "Aku dahulu punya kewajiban puasa. Aku tidak bisa membayar utang puasa tersebut kecuali pada bulan Syakban".

Kapan Puasa Syakban 2022 & Berapa Hari Puasa Syakban?

Dalam kalender Hijriyah 1443H, 3 hari pertama bulan Maret 2022 masih masuk bulan Rajab 1443 yang digenapkan jadi 30 hari. Sementara itu, 1 Syakban bertepatan dengan 4 Maret 2022. Artinya, Kamis 3 Maret 2022 sudah masuk bulan Syakban tahun ini.

Syakban 1443H diperkirakan berlangsung selama 29 hari. Oleh karenanya, 1 Ramadan akan bertepatan dengan Sabtu, 2 April 2022.

Terkait malam nisfu sya'ban, jika mengacu pada kalender, 15 Syakban akan berlangsung pada Jumat, 18 Maret 2022. Mengingat perhitungan hari dalam kalender kamariah dimulai pada malam hari, maka nisfu sya'ban akan bertepatan dengan Kamis, 17 Maret 2022 malam hari.

Berikut ini kalender Hijriyah sejak hari ini Selasa 1 Maret 2022 hingga hari terakhir Syakban 1443H.

Umat Islam yang sudah memenuhi syarat, yaitu balig, berakal, dan mampu melaksanakan ibadah puasa, wajib hukumnya menjalankan ibadah puasa selama sebulan penuh (29 atau 30 hari) pada bulan Ramadhan.

Kewajiban itu tercantum dalam Surah Al-Baqarah 183, "Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa".

Umat Islam yang terkena halangan berpuasa pada bulan Ramadan mendapatkan keringanan untuk membayar utang puasa tersebut di luar Ramadan sesuai jumlah hari yang ditinggalkan. Beberapa halangan tersebut misalnya sakit atau sedang perjalanan jauh.

Allah berfirman dalam Surah Al-Baqarah:185, "Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu."

Dalam kitab Al Majmu Syarah Al Muhadzdzab, Imam an-Nawawi menyebutkan seseorang dianjurkan membayar qadha puasa secara berurutan sesuai hari yang ditinggalkan, tetapi boleh jika mengerjakannya secara tidak berurutan. Dasarnya adalah Surah al-Baqarah:185, yang mewajibkan qadha puasa dengan perintah umum, yaitu "pada hari-hari yang lain".

Qadha puasa hendaknya dilakukan sesegera mungkin setelah bulan Ramadan. Namun, jika ada halangan, batas akhirnya adalah pada bulan Syakban sebelum Ramadan berikutnya.

Jika seseorang belum membayarkan utang puasa sehingga melewati Ramadan berikutnya, selama masih ada uzur, maka tidak wajib membayar fidyah atas keterlambatan ini. Namun, jika tidak ada uzur, maka tidak boleh menunda-nunda pembayaran utang puasa.

Imam Nawawi dalam Al Majmu Syarah Al Muhadzdzab menyebutkan, "Jika ia mengakhirkan puasa qadha sampai datang Ramadan berikutnya tanpa ada uzur maka ia telah berdosa, dan ia harus berpuasa Ramadan yang datang, setelah itu mengqadha puasaRamadan yang ditinggalkan sebelumnya, dan dengan masuknya Ramadan yang kedua, ia harus membayarkan makanan sebanyak satu mud setiap hari puasa yang ditinggalkan, di samping kewajiban mengqadha."

Terkait niat, mengucapkan niat puasa qadha dilakukan pada malam hari sebelum puasa tersebut, sama halnya dengan niat puasa pada bulan Ramadan. Ini yang membedakan puasa qadha dengan puasa sunah, yang niatnya dapat diucapkan pada pagi hari atau siang hari saat puasa selama seseorang belum melakukan tindakan yang dapat membatalkan puasa.