tirto.id - Eks Komisioner KPAI Sitti Hikmawatty memenangkan sengketa pemberhentian sebagai Komisioner KPAI. Hal tersebut setelah majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta mengabulkan seluruh permohonan Sitty yang diberhentikan akibat pernyataan "orang bisa hamil karena berenang di kolam renang dengan lelaki lain" pada 7 Januari 2021.
"Menyatakan batal Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 43/P Tahun 2020 Tentang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia Periode Tahun 2017- 2022 yang ditetapkan di Jakarta tanggal 24 April 2020, atas nama DR. Sitti Hikmawatty, S.ST., M.Pd.," bunyi putusan sebagaimana dinukil dari laman resmi SIPP PTUN Jakarta dengan nomor perkara 122/G/2020/PTUN.JKT pada Jumat (8/1/2021).
Putusan mewajibkan Presiden Jokowi untuk segera mencabut keputusan nomor 43/P tahun 2020 tentang pemberhentian Sitti. Pengadilan juga memerintahkan presiden merehabilitasi dan memulihkan hak Sitti selaku penggugat sebagai Komisioner KPAI periode 2017-2022 sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam pertimbangan putusan, majelis hakim yang terdiri atas Danan Priambada, Bambang Soebiyantoro dan Akhdiat Sastrodinata itu mengacu kepada pasal 75 UU Nomor 23 tahun 2002 sebagaimana diubah UU Nomor 35 tahun 2014 yang menyatakan bahwa pengangkatan dan pemberhentian Komisioner KPAI harus mendapat pertimbangan DPR RI.
Mendengar kabar tersebut, pihak Sitty bersyukur atas keputusan majelis hakim yang mengabulkan permohonan mereka. Sitty kini menunggu langkah presiden sambil berharap putusan segera dijalankan.
"Kita nunggu lah. Kita belum tahu sikap Presiden bagaimana. Kalau kita tentu berharap presiden melaksanakan putusan pengadilan," kata kuasa hukum Sitty Feizal Syahmenan saat dihubungi reporter Tirto, Jumat (8/1/2021).
Feizal mengingatkan, Indonesia merupakan negara hukum. Ia berharap putusan PTUN Jakarta bisa segera dijalankan sesuai bunyi putusan.
Di saat yang sama, Feizal mengatakan kalau mereka siap untuk menghadapi proses hukum lanjutan jika pemerintah mengajukan banding. Namun ia meminta agar semua pihak tidak mengaitkan kasus Sitty ke ranah politik atau menyalahkan presiden tentang putusan PTUN.
"Jadi perkara ini tidak ada unsur politis. Perkara ini bukan berarti presiden ngaco, enggak. Karena itu bukan presiden, yang diadili di pengadilan itu adalah surat keputusan, produk administrasi negara. Itu yang diadili pengadilan. Masyarakat juga harus paham. Jangan jadi salah arah, malah salah paham," kata Feizal.
Terpisah, pihak Istana masih belum merespon soal Sitty. Staf Khusus Presiden Jokowi bidang Hukum Dini Purwono dan pihak Kementerian Sekretariat Negara, baik Mensesneg Pratikno dan Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara Setya Utama belum menanggapi soal putusan tersebut.
Sitty diberhentikan setelah Komite Etik KPAI memutus Sitty melanggar karena menyatakan "orang bisa hamil karena berenang di kolam renang dengan lelaki lain". Dewan Etik yang terdiri atas I Gede Palguna, Yosep Adi Prasetyo, dan Menanti Wahyurini mengeluarkan keputusan Nomor 01/DE/KPAI/III/2020. Surat ini kemudian dibahas dalam rapat pleno yang dihadiri sembilan komisioner pada 17 Maret.
Komite Etik KPAI kemudian mengirimkan surat pemberhentian untuk Sitty sebagai Komisioner KPAI. Presiden Jokowi lantas menerbitkan surat Keputusan Presiden Nomor 43/P tahun 2020 tentang pemberhentian Sitty yang disahkan oleh Setya Utama selaku Plt. Dirjen Bidang Administrasi Aparatur Kemensetneg.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Restu Diantina Putri