tirto.id - PT Mass Rapid Transit (MRT) tengah menyiapkan perizinan kartu elektronik sebagai tiket elektronik yang akan diluncurkan pada Agustus mendatang, menyusul progres kontruksi telah 95,33 persen dan progres persiapan operasional 59,97 persen, per 25 Juli 2018.
Direktur Operasi dan Pemeliharaan PT MRT Jakarta, Agung Wicaksono menyebutkan, setelah kartu elektronik diluncurkan, kartu itu akan dilakukan pengecekan tahap lanjut.
"Ini dalam proses, bulan Agustus akan tersedia tiket elektronik MRT atau MRT card. Setelah itu kami akan lakukan tes," ujar Agung di Kantor MRT Jakarta pada Kamis (26/7/2018).
Sebelum diterbitkan, tentu PT MRT harus mengantongi perizinan dari Bank Indonesia (BI) sebagai regulator dari transaksi uang elektronik di dalam negeri. Saat ini, sedang dalam proses.
Tahapannya, BI akan memberikan izin setelah ada rekomendasi Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dalam hal ini Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ).
BPTJ akan memberikan rekomendasi setelah ada standarisasi dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
"Jadi prosesnya panjang. Kami butuh dukungan dari birokrasi agar nanti kita bisa pakai tiket elektronik, jangan pakai tiket kertas atau koin," ucap Agung.
Kemudian, ia mengatakan bahwa kartu masih diproyeksikan hanya untuk transaksi pembayaran MRT, tidak lintas moda transportasi. Sehingga, izin yang diproses ke BI tidak untuk terintegrasi antarmoda.
"Saat ini izinnya akan dikeluarkan untuk MRT dulu," ujarnya.
Agung mengatakan, PT MRT sudah menjalin komunikasi dengan Kementerian Perhubungan dan BPPT. Namun BPPT, kata Agung belum mempunyai alat ujinya. Padahal, ia mengatakan teknologi yang digunakan untuk tiket elektronik itu sama dengan yang digunakan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) untuk kereta rel listrik (KRL).
"Padahal barangnya sudah ada di tempat kita, kalau mau uji tinggal uji di tempat kita. Teknologinya sama dengan yang digunakan di Jepang, sama juga yang digunakan di KCI. Jadi teknologinya sama," ucapnya.
PT MRT menggandeng 4 perbankan yang sudah langganan menerbitkan kartu elektronik (e-money) untuk alat pembayaran transportasi, yaitu Bank Mandiri, BRI, BNI, dan BCA. Namun, tidak menutup kemungkinan nantinya berkembang lainnya bergabung.
"Kami juga upayakan untuk bank lain, misal Bank DKI, Bank Mega, Nobu Bank yang sudah mengantongi izin BI," ujarnya.
Saat ini, ia mengatakan PT MRT sedang menyiapkan central kliring house untuk calon pengguna kartu MRT. "Kami kerja sama dengan perusahaan yang biasa menggunakan itu dan nantinya pada waktu operasi kami harapkan tepat waktu," ucapnya.
Berdasarkan survei ketersediaan membayar masyarakat, tarif MRT dipatok Rp8.500 per 10 kilometer (Km). Namun, tiket masih berupa usulan yang akan disampaikan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Tarif diusulkan berdasarkan survei, yang ada ketersediaan membayar Rp8.500 per 10 Km. Berbasis jarak nanti tarifnya. Ada formulanya, kalau lebih murah itu dekat. Itu agar beralih ke angkutan masal," ujarnya.
Direktur Utama PT MRT, William Sabandar mengatakan bahwa berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 4 Tahun 2008 tentang Penyertaan Modal Daerah Pada Perseroan Terbataa (PT) MRT Jakarta, tarif MRT Jakarta mendapatkan subsidi sebagai bentuk Penyertaan Modal Pemerintah (PMP). Subsidi tersebut masih diperhitungkan besarannya.
"Itu yang sedang kami hitung, berapa sih biaya operasi, pendapatan dari tiket, kalau itu ada selisih itu yang akan disubsidi, jadi kita bicara dulu subsidinya seperti apa," ucapnya.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yandri Daniel Damaledo