Menuju konten utama

PT Freeport Indonesia Belum Kantongi Rekomendasi Ekspor Tahun Ini

Realisasi ekspor konsentrat PT FI pada 2017 dari Januari hingga Desember sebesar 921.137 ton.

PT Freeport Indonesia Belum Kantongi Rekomendasi Ekspor Tahun Ini
Area pengolahan mineral PT Freeport Indonesia di Tembagapura, Papua. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari.

tirto.id - Pemerintah tengah mengevaluasi rekomendasi ekspor PT Freeport Indonesia (PTFI) yang masa berlakunya akan berakhir pada Februari 2018 mendatang. Di sisi lain, Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Freeport Indonesia telah diperpanjang hingga Juni 2018.

"Untuk rekomendasi ekspor Freeport belum diajukan. Sekarang kita sedang evaluasi, termasuk juga untuk Amman (PT Amman Mineral Nusa Tenggara). Semua sebenarnya kita evaluasi," ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang Gatot di Jakarta, Kamis (11/1/2018).

Realisasi ekspor konsentrat PT FI pada 2017 dari Januari hingga Desember sebesar 921.137 ton dari kuota yang ada 1.113.000 ton dalam setahun. Dibandingkan dengan realisasi ekspor konsentrat PT AMNT, yang sebesar 560 ribu telah hampir mendekati dari kuota 560 ribu ton.

Terkait akuisisi 40 persen hak partisipasi (participating interest/PI) dari perusahaan tambang Rio Tinto yang terdapat di PT FI, Bambang mengatakan tahapnya masih dalam proses negosiasi. Proses negosiasi terkait divestasi 51 persen saham PT FI juga diperpanjang hingga Juni 2018.

Sehingga, pihaknya belum bisa mengetahui nilai konversi PI menjadi saham. “Negosiasi aja belum selesai. Permasalahannya (lama proses negosiasi) macam-macam, seperti yang ditanyai, berapa konversinya, berapa harganya, belum tahu,” terang Bambang.

Saat ditanya apakah pemerintah tertarik memberi hak partisipasi Rio Tinto, Bambang menjawab: “Enggak tahu, ya bisa iya, bisa tidak.”

Selain divestasi, hal lain yang dipersoalkan adalah kewajiban PT FI membangun fasilitas pengolahan hasil tambang (smelter). Dikabarkan bahwa smelter justru akan dibangun oleh PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum).

“Yang terakhir itu, saya mungkin tidak dengan tegas mengatakan apakah Inalum yang bangun smelter. Cuma, kalau nanti pemerintah 51 persen sebagai pemegang saham. Di dalam korporasi saya kira ada kewajiban-kewajiban yang sebagai pemegang saham seperti apa. Itulah yang sedang dinegosiasikan, sebesar apa tanggung jawabnya, kontribusinya,” jelasnya.

Tanggapan Pihak Freeport Indonesia

Di kesempatan berbeda, Juru Bicara PT FI Riza Pratama mengatakan pihaknya akan segera mengajukkan rekomendasi ekspor. Sementara terkait dengan realisasi ekspor yang tidak sesuai dengan kuota yang diberikan, Riza menyatakan ada beberapa hal yang menjadi penyebabnya.

Misalnya, tidak diberikannya izin ekspor, sehingga beberapa bulan tidak beroperasi secara maksimal. “Saya belum bisa konfirmasi tentang angka perbandingan ekspor dari tahun ke tahun. Saya tidak bisa komentar soal angka,” ucapnya.

Sebagai informasi, pada 27 Agustus 2017, perundingan pemerintah dengan PT FI mencapai lima kesepakatan. Pertama, divestasi 51 persen saham PT FI untuk kepemilikan nasional pemerintah Indonesia.

Kedua, PT FI menyelesaikan smelter paling lambat 5 tahun. Riza memperhitungkan untuk pembangunan smelter baru dimulai pada 2018-2019, maka akan rampung pada 2022.

Ketiga, penerimaan negara menjadi lebih besar dibanding sebelumnya. Keempat, diusulkan penerimaan negara secara agregat. Apabila keempat syarat tersebut terpenuhi, maka PT FI dapat memperpanjang maksimal 2 x10 tahun sepanjang memenuhi kewajiban sesuai peraturan perundang-undangan.

Baca juga artikel terkait KASUS FREEPORT atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Alexander Haryanto