Menuju konten utama

PSI Kecam Penolakan Warga di Bantul karena Beragama Non-Muslim

Juru Bicara PSI, Muannas Alaidid mengatakan, tindakan penolakan tersebut tidak sepatutnya dilakukan, karena semua warga negara punya hak yang sama dan setara.

PSI Kecam Penolakan Warga di Bantul karena Beragama Non-Muslim
Slamet Jumiarto pendatang baru yang ditolak warga RT 08, Padukuhan Karet, Desa Pleret, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, Yogyakarta karena merupakan non muslim, Selasa (2/4/2019). tirto.id/Irwan A. Syambudi

tirto.id - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengecam tindakan penolakan terhadap keluarga Slamet Juniarto (42), yang hendak pindah ke Pedukuhan Karet, Desa Pleret, Kecamatan Pleret, Bantul, Yogyakarta, karena beragama Katolik.

“Tindakan ini sangat tidak patut dilakukan. Kedudukan seorang warga negara sama dan setara, apapun agamanya. Tidak boleh ada warga negara kelas dua. Pak Slamet berhak tinggal di mana saja di wilayah Indonesia,” kata Juru Bicara PSI, Muannas Alaidid, dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Selasa (2/4/2019).

Tindakan ini makin tidak bisa dibenarkan karena didasarkan pada surat keputusan Kepala Dukuh setempat tentang pendatang baru.

Surat keputusan itu secara eksplisit mencantumkan bahwa Dusun Karet tidak menerima pendatang yang beragama non-muslim.

“Surat keputusan itu harus dicabut. Sama sekali bertentangan dengan prinsip non-diskriminatif yang dianut hukum Indonesia,” lanjut Muannas yang juga Caleg PSI untuk DPR RI dari Dapil Jawa Barat VII.

Selayaknya, ujar Muannas, kepala dusun yang membuat keputusan tersebut diperiksa, untuk mencari tahu motivasinya membuat kebijakan semacam ini.

“Pejabat berwenang harus menyelidikinya. Jangan-jangan kebijakan serupa juga diterapkan di tempat lain. Jika dibiarkan, kerukunan hidup akan terganggu."

Kejadian ini, menurut Muannas, mengindikasikan praktik intoleransi memang sudah di depan mata. Jadi jangan lagi ada pihak-pihak yang mengaburkan atau menganggap masalah itu tidak ada.

Sebelumnya, keluarga Slamet yang akan menyewa rumah di RT 08, Pedukuhan Karet, Desa Pleret, Bantul, DIY, ditolak karena beragama non-muslim.

Penolakan itu didasari oleh aturan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kelompok Kegiatan (Pokgiat) tentang persyaratan pendatang baru.

Dalam aturan itu disebutkan bahwa pendatang baru harus beragama Islam. Akan tetapi Slamet dan keluarganya beragama Katolik dan Kristen, sehingga ia ditolak untuk tinggal di kawasan itu.

"Saya menemui Pak RT untuk izin memberikan fotokopi KTP, KK dan surat nikah. Karena kami ini begitu dilihat kami non-muslim, Katolik dan Kristen, maka kami ditolak sama Pak RT 08," kata Slamet saat ditemui di rumah kontrakannya, Selasa (2/4/2019).

Penolakan warga pendatang beda keyakinan ini dibenarkan oleh Kepala Dusun Karet Iswanto saat ditemui di depan Kantor Desa Pleret, Selasa (2/4/2019). Ia membenarkan adanya peraturan yang juga ia tanda tangani itu.

Dalam aturan atau Surat Keputusan Nomor 03/POKGIAT/Krt/Plt/X/2015 memutuskan syarat-syarat bagi pendatang baru di Pedukuhan Pleret di antaranya adalah bersifat non-materi, bersifat material, dan sanksi.

Baca juga artikel terkait PSI atau tulisan lainnya dari Yandri Daniel Damaledo

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Yandri Daniel Damaledo
Editor: Maya Saputri