tirto.id - Bupati Kepulauan Meranti, Muhammad Adil marah kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) lantaran dana bagi hasil (DBH) diterima wilayahnya tidak sepadan. Dia juga sempat mengancam akan angkat senjata dan memilih bergabung ke negara tetangga, Malaysia.
Awalnya Adil merasa tidak puas dengan DBH diterima daerahnya pada tahun ini tidak naik secara signifikan. Padahal jumlah produksi minyak di wilayahnya naik mencapai 8.000 barel per hari dari sebelumnya dulu hanya sekitar 3.000 - 4.000 barel per hari.
"Pertanyaan mengapa uang kami dulu Rp114 miliar sekarang Rp115 miliar naiknya Rp700 juta saja, kami naik per triwulan naik 6 persen berarti minyaknya tambah banyak hampir 800 ini SKK migas, minyak banyak, duitnya besar kok dapatnya berkurang, apa uang saya dibagi ke seluruh Indonesia?" katanya saat acara rapat koordinasi Pengelolaan Pendapatan Belanja Daerah di Pekanbaru, dikutip Senin (12/12/2022).
Adi merinci jika pendapatan dari hasil tambang minyak di Meranti bertambah, maka uang yang diperoleh justru meningkat. Bukan sebaliknya.
"Mangkanya kalau pusat tidak mau urus kami, pusat tidak mau mengurus Meranti, kasihkan kami ke negeri sebelah (Malaysia). Apa perlu Meranti angkat senjata? Kan tak mungkin kan," jelasnya.
Adil menilai seharusnya pemerintah pusat memberikan prioritas kepada Meranti. Karena daerah yang saat ini dipimpinnya memiliki angka kemiskinan ekstrem.
"Jadi kalau daerah miskin ada minyak Bapak Ibu ambil uangnya entah dibawa ke mana, pemerataan ke mana, seharusnya kami jadi prioritas," ungkapnya.
Dalam kesempatan sama, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Lucky Alfirman mengaku, akan meneliti seksama terkait dengan pengurangan DBH. Namun, pada prinsipnya, kata Lucky DBH bukan hanya diberikan ke daerah penghasil saja tetapi juga ke daerah perbatasan.
"Pemerataan itu secara prinsipnya, asumsi harga ICP (Indonesian Crude Price), kita pakai T-1 kita pakai 100 dolar/barel untuk hitungan tadi, kalau hitungan tadi nanti kami sampaikan ke tim, yang penting efektivitasnya, yang penting komunikasi. Bukan berarti kami tidak mau," jelasnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin