Menuju konten utama

Propam Polri Usut Dugaan Rasisme & Diskriminatif Kapolresta Malang

Divisi Propam Polri memeriksa Kapolresta Malang Leonardus Simarmata atas dugaan ujaran rasisme dan diskriminatif terhadap mahasiswa Papua.

Propam Polri Usut Dugaan Rasisme & Diskriminatif Kapolresta Malang
mabes polri.foto/umm.ac.id

tirto.id - Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri memeriksa Kapolresta Malang Kombes Pol Leonardus Simarmata atas dugaan ujaran rasisme dan diskriminatif terhadap mahasiswa Papua usai aksi Hari Perempuan Internasional.

“Kasus Kapolresta Malang saat ini sudah ditangani oleh Div Propam Polri dan saat ini sedang mendalami apakah yang bersangkutan melakukan pelanggaran disiplin, kode etik, atau pelanggaran lain,” ucap Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan, Selasa (23/3/2021).

Aliansi Mahasiswa Papua melalui kuasa hukumnya, Michael Himan, menyatakan dugaan rasisme dan diskriminatif itu tidak patut dilakukan. "Ujaran rasis tersebut sangat memukul perasaan kami orang Papua. (Leonardus) sebagai pemimpin seharusnya mengedepankan hak asasi manusia maupun memberikan pelayanan ketertiban demonstrasi dengan baik, namun (dia) melakukan pernyataan yang sangat rasis," kata Michael di Mabes Polri, Jumat (12/3).

Pelaporan itu dibuktikan dengan Surat Penerimaan Pengaduan Propam Nomor: SPSP2/815/III/2021/Bagyanduan bertanggal 12 Maret 2021. Pelapor atas nama Arman Asso, seorang mahasiswa Papua.

Michael khawatir ucapan Leonardus memicu ketegangan di Papua seperti dua tahun lalu. Kala itu mahasiswa Papua di Surabaya mendapatkan bentuk diskriminatif, imbasnya Bumi Cenderawasih bergejolak melalui demonstrasi.

Pada 8 Maret, sekira pukul 20, gelombang kedatangan mahasiswa dan kelompok solidaritas datang berangsur-angsur. Hingga akhirnya 61 orang memadati area Mapolresta Malang Kota. Massa ingin Harry Loho (23), seorang mahasiswa Papua, dan 27 rekannya dibebaskan. Hal ini buntut dari pembubaran dan penangkapan massa.

Robert Alua, anggota Aliansi Mahasiswa Papua mengisahkan kepada Tirto, massa gabungan itu membawa poster sebagai bentuk penyuaraan pendapat, penganan, air mineral, serta seduhan kopi yang dimasukkan ke dalam galon. Menurut sepenglihatan Robert, 50-an polisi berseragam dan bersenapan berjaga di sana. Ada juga dua truk hitam bertuliskan ‘Sat Brimob Polda Jawa Timur’ yang diparkir.

Beberapa perwakilan massa masuk ke halaman Mapolresta, menyuarakan tuntutan agar para demonstran dilepaskan. Namun polisi meminta mereka berjarak, akhirnya massa menunggu di luar pagar markas.

Nihil niat menyerbu markas Bhayangkara, bahkan yang massa bawa adalah nasi bungkus, bukan senjata api cum senjata tajam. Malam itu, kepolisian dan mahasiswa hanya dibatasi pagar. Massa juga mendengar Kapolres Leonardus tengah menginstruksikan jajarannya.

“Kami tidak boleh masuk ke halaman. ‘Kalau sampai masuk, tembak saja. Saya bertanggung jawab untuk itu, darah mereka halal.’ Itu Kapolresta (yang bicara),” tutur Robert.

Baca juga artikel terkait UJARAN RASISME atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz