tirto.id - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi DKI Jakarta menemukan sejumlah masalah terkait penyelenggaraan balap mobil listrik Formula E berdasarkan analisis terhadap laporan keuangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tahun 2019. Balapan yang awalnya hendak diselenggarakan pada Juni 2020 ini sempat ditolak DPRD DKI lantaran dinilai menghabiskan anggaran daerah dan benar-benar terhenti karena pandemi COVID-19.
Hasil audit ditandatangani oleh Kepala Perwakilan BPK Perwakilan DKI Jakarta Pemut Aryo Wibowo dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada 19 Juni 2019 lalu.
Salah satu masalah yang ditemukan adalah belum jelasnya upaya konkret untuk melaksanakan balap dengan pendanaan mandiri atau tak bergantung dari duit daerah. PT Jakarta Propertindo (Jakpro) selaku BUMD yang ditunjuk untuk pembangunan infrastruktur Formula E, tulis laporan, "tidak dapat mandiri untuk mengelola kegiatan Formula E." "Pemeriksaan menunjukkan bahwa untuk menyelenggarakan event Formula E banyak pihak yang akan terlibat di luar PT Jakpro." tulis laporan audit yang diterima Tirto, Jumat (19/3/2021).
Masalahnya sejauh yang ditemukan laporan "beban pembiayaan kegiatan Formula E masih sangat bergantung pada dana APBD DKI" baik melalui anggaran Dinas Pemuda dan Olahraga maupun melalui modal yang diberikan kepada PT Jakpro. Karena minim pendanaan dari pihak lain, "berdasarkan hasil studi kelayakan, penyelenggaraan Formula E ini akan membebani PT Jakpro."
Temuan lain adalah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah melakukan pembayaran commitment fee kepada promotor dan pemegang lisensi Formula E, FEO Ltd, sebesar 53 juta pound sterling atau setara Rp983,31 miliar pada 2019-2020. Anies juga telah membayar bank garansi senilai 22 juta pound sterling atau setara Rp423 miliar.
Setelah Anies mengumumkan penundaan penyelenggaraan Formula E, PT Jakpro melakukan negosiasi penarikan bank garansi dan disetujui oleh FEO pada 13 Mei 2020. Namun commitment fee yang telah dibayarkan tahap pertama senilai Rp200,31 miliar tidak dapat diambil kembali. "Pihak FEO menyatakan bahwa fee tersebut sebagai jaminan keuangan atas potensi kewajiban-kewajiban PT Jakpro sesuai perjanjian sebelumnya," tulis laporan.
BPK menilai Jakpro belum optimal dalam mengupayakan renegosiasi dengan pihak FEO, padahal upaya itu penting untuk "mempertegas dan memperjelas keberlanjutan kerja sama dan status pendanaan yang telah disetorkan."
DPRD DKI fraksi PSI mempertanyakan legalitas pembayaran commitment fee tersebut. Jika mengikuti ketentuan di dalam perjanjian, pembayaran tersebut merupakan kewajiban PT Jakpro, bukan Dispora sebagaimana yang dilaporkan dalam laporan BPK. "Apakah pembayaran tersebut legal?” tanya anggota DPRD fraksi PSI Anggara Wicitra Sastroamidjojo melalui keterangan tertulis, Senin (22/3/2021).
Anggara menerangkan bahwa walaupun Dispora dan PT Jakpro sama-sama terkait dengan Pemprov DKI, tapi transaksi hanya bisa dilakukan oleh pihak-pihak spesifik yang telah diatur di dalam perjanjian. "Analoginya, jika Dinas Pendidikan mengadakan perjanjian dengan kontraktor untuk membangun sekolah, apakah boleh Dinas Bina Marga ujug-ujug mengeluarkan uang untuk membayar kontraktor tersebut? Setahu saya, yang seperti itu tidak boleh," katanya.
"Mumpung masih ada waktu, sebaiknya Gubernur Anies menarik kembali uang commitment fee yang telah dibayar, lalu rencanakan ulang semuanya dengan matang," katanya. Jika persoalan ini dibiarkan, menurutnya akan menjadi contoh buruk dalam tata kelola keuangan Pemprov DKI.
Temuan BPK juga disertai rekomendasi-rekomendasi. Rekomendasi pertama, agar Kepala Dispora menyusun desain keterlibatan para pihak, mengembangkan opsi untuk memperoleh pembiayaan mandiri, dan rencana pengelolaan pendapatan. Kepala Dispora dan Direktur Jakpro juga diminta memperjelas kelanjutan kegiatan dan membuat rencana-rencana antisipasi kendala yang akan muncul. Kemudian, Kepala Dispora diminta berkoordinasi dengan Jakpro untuk mengevaluasi hasil studi kelayakan dan menyesuaikan dengan kondisi terbaru dampak COVID-19.
BPK turut mencantumkan tanggapan dari Kepala Dispora terkait temuan ini dalam laporan. Kepala Dispora mengaku bisa menerima hasil pemeriksaan BPK. "Selanjutnya hal ini akan menjadi perhatian untuk ditindaklanjuti," tulis laporan.
Menanggapi temuan BPK, Wakil Gubernur DKI Jakarta Riza Patria mengklaim nilai ekonomi Formula E bagaimanapun tetap menguntungkan. "Kalau tidak [menguntungkan], tidak berani kita," kata Riza di Balai Kota Jakarta, Senin. "Uang yang kita keluarkan tentu sesuai dengan apa yang nanti didapatkan," tambahnya.
Ketua DPD Jakarta Partai Gerindra itu mengklaim tidak ada permasalahan pendanaan dari Pemprov DKI meski misalnya telah mengeluarkan dana hampir Rp1 triliun. "Formula E tidak ada masalah, semua kami konsultasikan dan selalu dalam pengawasan dan pemeriksaan BPK. Sejauh ini tidak ada masalah."
Sementara terkait commitment fee yang telah dibayarkan ke FEO dan tidak dapat ditarik kembali, dia bilang bahwa dana itu "aman, enggak usah khawatir."
Riza mengatakan penyelenggaraan Formula E ditunda hingga 2022 dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Rio Apinino