Menuju konten utama

Profil Hamengkunegoro & Alasan Kritik 'Nyesel Gabung Republik'

Sosok Hamangkunegoro menciptakan kontroversi di medsos. Siapa sosok Putra Raja Solo yang dikenal sebagai Gusti Purbaya. Simak klarifikasi pihak keraton.

Profil Hamengkunegoro & Alasan Kritik 'Nyesel Gabung Republik'
Putra Mahkota Keraton Solo, KGPAA Hamangkunegoro(Instagram/@kgpaa.hamangkunegoro)

tirto.id - Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom (KGPAA) Hamangkunegoro atau di masyarakat sering dikenal sebagai Gusti Purbaya, merupakan putra mahkota Raja Kasunanan Surakarta Hadiningrat atau Keraton Solo. Calon Raja muda ini mendadak jadi perbincangan usai unggahannya yang kontroversial.

Kontroversi ditimbulkan Gusti Purbaya dalam sebuah unggahannya di story Instagram, @kgpaa.hamangkunegoro. Ia menuliskan ‘Nyesel Gabung Republik’ dengan background hitam.

Pihak Keraton telah memberi tanggapan melalui Pengageng Sasana Wilapa Keraton Solo, Kanjeng Pangeran Arya (KPA) Dany Nur Adiningrat. Ia menuturkan, jika unggahan Gusti Purbaya merupakan bentuk kritik terhadap pemerintah terhadap isu terkini. Misalnya, kasus Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dioplos (2018-2023).

“Beliau sebagai anak bangsa, sebagai calon penerus dari pemimpin Jawa, Keraton, beliau adalah keturunan pahlawan Paku Buwono (PB) 10, PB 6, PB 12 yang tentara juga. Dan keraton yang sumbangsih bagi negara tidak sedikit gitu bahkan, menyatakan bergabung ke republik,” ujar Dany dikutip dari Metrotvnews, Senin (3/3/2025) siang.

Siapa Hamangkunegoro Putra Mahkota Raja Solo?

KGPAA Hamangkunegoro merupakan putra mahkota Raja Solo. Dengan kata lain, jika terjadi suksesi, maka Hamangkunegoro akan dinobatkan sebagai raja selanjutnya atau bergelar sebagai Susuhunan Pakubuwana (PB) XIV.

KGPAA Hamangkunegoro lahir 2003, sebagai anak dari Raja Solo saat ini, yakni Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan (SISKS) PB XIII. Hamangkunegoro adalah putra dari Sunan PB XIII, hasil pernikahannya dengan Asih Winarni atau Kanjeng Raden Ayu (KRAy) Pradapaningsih atau Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pakubuwana.

Sewaktu kecil, sosok Putra Mahkota Solo memiliki nama Gusti Raden Mas (GRM) Suryo Mustiko. Kemudian menjadi Gusti Pangeran Haryo (GPH) Puruboyo, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Purbaya, hingga KGPAA Hamangkunegoro. Di kalangan luas, sosoknya lebih dikenal sebagai Gusti Purbaya.

KGPAA Hamangkunegoro dinobatkan sebagai Putra Mahkota Solo pada 27 Februari 2022, bertepatan dengan Ulang Tahun Kenaikan Takhta atau TingalanDalem Jumenengan ke-18 SISKS PB XIII.

Gusti Purbaya merupakan 1 dari 7 anak PB XIII. Diketahui Raja Solo tersebut menikah 3 kali, dengan keseluruhan memiliki 5 putri dan 2 putra. Adapun Gusti Purboyo sebenarnya bukan putra tertua. Namun ia dinobatkan sebagai putra mahkota karena berstatus sebagai anak dari seorang permaisuri.

Kenaikan status Gusti Purbaya sebagai putra mahkota tak berjalan mulus. Sejak awal, keputusan PB XIII mendapat pertentangan, terutama dari Lembaga Dewan Adat (LDA) yang memang kerap berbeda pandangan dari kubu Keraton. LDA yang dipimpin adik Sunan, yakni GKR Wandansari alias Gusti Moeng, menilai bahwa pengangkatan Gusti Purbaya sebagai calon raja menyalahi paugeran atau aturan adat.

Melansir berbagai sumber, salah satu yang disoroti Gusti Moeng ialah status ibu Purbaya, yakni Asih Winarni. Gusti Moeng menilai, status permaisuri dari Raja Solo semestinya didapat saat perempuan yang dinikahi dalam kondisi masih perawan dan posisi perkawinannya ialah bhayangkari

Sepak Terjang Hamangkunegoro Putra Mahkota Solo & Kontroversi

Kenaikan status Purbaya sebagai putra mahkota mendapatkan atensi cukup positif dari masyarakat. Terlebih, penobatan Purbaya sebagai putra mahkota juga dianggap mengantisipasi konflik yang mungkin terjadi.

Keraton Solo sebelumnya sempat dihinggapi konflik berkepanjangan. Muasalnya, ialah ketika PB XII mangkat pada 2004. Sementara saat itu, PB XII diketahui tak memiliki permaisuri.

Dua putra PB XII, yakni KGPH Hangabehi dan KGPH Tejowulan saling mendaku sebagai pewaris sah takhta dengan gelar PB XIII. Konflik keduanya usai pada 2012 setelah terjadi rekonsiliasi. Hasilnya, Hangabehi yang merupakan putra tertua PB XII, dinobatkan sebagai PB XIII hingga saat ini.

Selain menjawab teka-teki ihwal suksesi, kehadiran Purbaya juga diaggap sebagai regenerasi dari Keraton Solo. Purbaya dinobatkan sebagai Putra Mahkota di usia sangat muda, 20 tahun. Saat dinobatkan, Purbaya diketahui masih berstatus sebagai mahasiswa S1 Hukum Universitas Diponegoro (Undip).

Sejak dinobatkan, Purbaya diketahui aktif mewakili pihak keraton. Salah satunya menjalin hubungan dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Solo. Termasuk mengantarkan undangan Keraton Solo ke Pemkot Solo pada awal-awal penobatannya. Ia juga kerap hadir di berbagai acara mendampingi PB XIII.

Namun kontroversi juga diciptakan Purbaya. Pada Agustus 2023 dini hari, Purbaya yang mengendarai mobil, tertangkap kamera CCTV menabrak pengendara motor. Peristiwa itu terjadi di Bundaran Gladak atau di dekat gerbang Alun-alun Utara Keraton Solo.

Purbaya diduga melakukan aksi tabrak lari. Namun hal itu sempat dibantah pihak terkait. Purbaya disebut sedang berupaya melapor ke Satuan Tugas (Satgas) Satgas Pengaman Keraton, sesuai aturan internal. Setelah kejadian, peristiwa itu berakhir damai.

Sejarah Keraton Solo & Bergabung ke RI

Kasunanan Surakarta Hadiningrat atau Keraton Solo memiliki sejarah panjang dalam berdirinya Republik Indonesia (RI). Pada awal RI berdiri, Keraton Solo sedang dipimpin PB XII, alias kakek dari Purbaya sang Putra Mahkota saat ini. Pada 1 September 1945, PB XII mengeluarkan maklumat.

Kami Pakoeboewono XII, Soesoehoenan Negeri Soerakarta-Hadiningrat, jang bersifat keradjaan adalah Istimewa dari Negara Repoeblik Indonesia, dan berdiri di belakang Pemerintah Poesat Negara Repoeblik Indonesia,” salah satu poin maklumat PB XIII.

Dengan keluarnya maklumat itu, PB XII turut mengakui keberadaan RI dan turut menyatakan bergabungnya Keraton Solo ke republik yang dipimpin Sukarno. Pada 6 September 1945, Keraton Solo bersama kerajaan di Solo lain yakni Pura Mangkunegaran mendapatkan Piagam Penetapan dari Presiden Indonesia.

Wilayah Soloraya ditetapkan sebagai Daerah Istimewa Solo (DIS). Itu meliputi wilayah Kasunanan yang mencakup sebagian Kota Solo, Sukoharjo, Boyolali, Klaten, dan Sragen. Wilayah itu ditambah dengan kekuasaan Praja Mangkunegaran di sebagian Solo, Karanganyar, hingga Wonogiri. Atau dalam kata lain, DIS berkomposisikan wilayah Soloraya mencakup Subosukawonosraten (Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, dan Klaten).

Lalu juga termasuk, beberapa enclave Solo, seperti Kotagede dan Imogiri yang berlokasi di Yogyakarta, serta enclave Mangkunegaran di Ngawen. Namun sejak keluarnya Undang-undang Darurat Nomor 5 Tahun 1957, ketiga wilayah eks DIS itu dimasukan ke Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Keberadaan DIS tak bertahan lama. Wilayah Soloraya dilanda krisis. Chaos salah satunya diciptakan gerakan anti-swapraja atau anti feodal berkembang masif di Solo. Setelahnya, pemerintah pusat mengeluarkan Penetapan Pemerintahan No. 16/SD/1946 tertanggal 15 Juli 1946. Isinya antara lain menegaskan bahwa untuk sementara waktu daerah Soloraya dijadikan daerah karesidenan. Hingga kini, status DIS belum dikembalikan RI.

Dengan dibekukannya DIS, otomatis Raja Solo dan Adipati Mangkunegaran, kehilangan kedudukan secara politis di pemerintahan. Berbeda dengan di Yogyakarta, lantaran Raja Yogya dan Adipati Pakualaan diakui memimpin Provinsi DIY. Alhasil, Sri Sultan Hamengkubuwono dan Sri Paduka Pakualaman otomatis ditetapkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY.

Sementara itu, Keraton Solo merupakan salah satu bagian dari 4 pecahan Mataram Islam (Juga Kasunanan Kartasura). Kerajaan itu pertama kali pecah pada Perjanjian Giyanti 1755, yang memisahkan Mataram menjadi Keraton Solo dan Keraton Yogya. Menyusul berikutnya, didirikan kadipaten di bawah penguasaan Praja Mangkunegaran (1757) dan Praja Pakualaman (1813).

Baca juga artikel terkait PROFIL atau tulisan lainnya dari Dicky Setyawan

tirto.id - Edusains
Kontributor: Dicky Setyawan
Penulis: Dicky Setyawan
Editor: Fitra Firdaus