tirto.id - Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida mengumumkan permintaan maaf secara terbuka kepada Korea Selatan dalam pertemuan dua pemimpin negara tersebut di Seoul, Korea Selatan pada Minggu, 7 Mei 2023.
Kishida menyatakan simpati atas penderitaan pekerja paksa Korea selama masa penjajahan Jepang. Dia menyampaikan rasa simpati dan sakit hatinya di hadapan Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol.
"Secara pribadi, saya memiliki rasa sakit yang kuat ketika saya memikirkan kesulitan dan kesedihan yang sangat besar dan harus diderita oleh banyak orang di bawah lingkungan parah pada masa itu (mengacu pada periode penjajahan Jepang)," kata Kishida dalam konferensi pers bersama dengan Yoon dikutip AP News.
Seperti diwartakan The Week, publik Korea Selatan memberikan sorotan atas pernyataan tersebut, karena dalam pernyataan simpati yang disampaikan Kishida, tidak ada permintaan maaf langsung seperti yang diinginkan oleh banyak warga Korea Selatan.
The Guardian melaporkan, kunjungan yang dilakukan Kishida ke Korea Selatan merupakan kunjungan balasan atas kunjungan Yoon ke Tokyo pada pertengahan Maret lalu, ini sekaligus menandai pertukaran kunjungan pertama antara kedua pemimpin negara bertetangga di Asia dalam 12 tahun terakhir.
Pertemuan selama dua hari ini sebagian besar dimaksudkan untuk menyelesaikan perselisihan pahit kedua negara yang disebabkan oleh putusan pengadilan di Korea Selatan tahun 2018.
Putusan itu memerintahkan dua perusahaan Jepang untuk memberikan kompensasi finansial kepada beberapa mantan karyawan Korea yang sudah lanjut usia atas kerja paksa di era kolonial.
Jepang menolak untuk mematuhi putusan tersebut, dengan alasan semua masalah kompensasi telah diselesaikan ketika kedua negara menormalkan hubungan mereka pada tahun 1965.
Profil Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida
Kishida lahir di Tokyo pada 29 Juli 1957 bertepatan dengan tahun-tahun awal ledakan ekonomi Jepang ketika negara itu mulai bangkit kembali setelah perang.
Seperti ditulis pada laman The Government of Japan, Fumio Kishida adalah putra dari Fumitake Kishida, seorang pejabat pemerintah di Kementerian Perdagangan dan Industri Internasional (saat ini Kementerian Ekonomi, Perdagangan dan Industri).
Kakeknya, Masaki Kishida, adalah seorang pemilik toserba yang sukses dan juga pernah menjabat sebagai anggota DPR.
Ketika ayahnya ditugaskan bekerja di Amerika Serikat, keluarganya pindah ke New York pada 1963. Kishida duduk di sekolah dasar negeri setempat, dari kelas satu hingga kelas tiga, di mana ia terkesan dengan suasana liberal di AS dan belajar untuk menghargai keragaman.
Setelah kembali ke Jepang, Kishida melanjutkan di sekolah dasar dan menengah negeri sebelum ke Sekolah Menengah Atas Kaisei, sebuah akademi swasta bergengsi. Dia adalah anggota tim bisbol, sebuah pengalaman yang mengajarkannya pentingnya bekerja sama dalam sebuah tim.
Pada tahun 1978, ia masuk ke Fakultas Hukum di Universitas Waseda. Ketika ayahnya mencalonkan diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk pertama kalinya pada tahun berikutnya, Kishida membantunya berkampanye.
Setelah lulus kuliah, Kishida bergabung dengan Long-Term Credit Bank of Japan (sekarang Shinsei Bank). Dia bekerja di bidang valuta asing di Tokyo dan kemudian dipindahkan ke kota Takamatsu di Prefektur Kagawa, di mana kliennya termasuk perusahaan pelayaran maritim.
Dia mendapatkan pengetahuan langsung tentang realitas ekonomi yang tidak menguntungkan di sana, dengan menyaksikan perusahaan kecil dan menengah yang terkadang bangkrut dan gagal karena masalah arus kas.
Membantu kampanye ayahnya dan bekerja untuk sebuah bank, membangkitkan dorongan dalam diri Kishida untuk melayani masyarakat secara langsung, dengan melindungi kehidupan mereka dan meningkatkan masyarakat secara keseluruhan. Hal ini membawanya ke dunia politik.
Pada tahun 1993, setelah kematian ayahnya, ia mencalonkan diri untuk menggantikan ayahnya di sebuah distrik di Hiroshima dan memenangkan pertarungan politik pertamanya.
Dia menghargai politik sebagai cara untuk berbicara langsung kepada para pemilih, sebuah pendekatan yang memperluas daya tarik dan membawanya memenangkan kursi sebanyak 10 kali.
Kemudian, Kishida bergabung dengan Kabinet untuk pertama kalinya pada 2007 sebagai Menteri Negara untuk Misi Khusus, sebuah posisi di mana ia mengambil tugas di berbagai bidang termasuk Urusan Okinawa dan Wilayah Utara, Kebijakan Kualitas Hidup, dan Kebijakan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Dia menjadi Menteri Urusan Konsumen pada tahun 2008, sebuah posisi di mana Kishida bekerja untuk pembentukan Badan Urusan Konsumen.
Selanjutnya, pada tahun 2015, Kishida memperjuangkan perjanjian bilateral antara Jepang dan Republik Korea terkait masalah wanita penghibur yang "diselesaikan secara tuntas dan tidak dapat diubah."
Pada tahun 2016, ia membantu mewujudkan kunjungan ke Hiroshima oleh Presiden Barack Obama, kunjungan pertama yang dilakukan oleh presiden AS yang sedang menjabat.
Kishida menjabat sebagai Menteri Luar Negeri berturut-turut selama empat tahun tujuh bulan, menjadikannya menteri luar negeri terlama di Jepang pascaperang.
Setelah memenangkan pemilihan presiden Partai Demokratik Liberal, Kishida ditunjuk sebagai Perdana Menteri Jepang oleh sidang luar biasa pada 4 Oktober 2021.
Dia bersumpah untuk mendengarkan dengan tulus suara rakyat Jepang dan menjalankan politik dengan penuh perhatian dan berwawasan luas.
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Alexander Haryanto