tirto.id - Sejumlah aksi kontroversial Israel atas Palestina dicetuskan oleh Ariel Sharon, jenderal dan mantan Perdana Menteri (PM) Israel sejak 2001-2006.
Di masa silam, Ariel dinilai bertanggung jawab atas pembantaian Qibya pada 1953, pembantaian Sabra dan Shatila pada 1982, hingga pemicu intifada II, perang Palestina-Israel pada 2000. Ratusan warga Palestina meregang nyawa di bawah komando tangan dingin Ariel Sharon.
Sebagai seorang politikus senior dan jenderal militer Israel, Ariel Sharon menyaksikan lahirnya negara Israel dan perjuangan menaklukkan kawasan Palestina. Ia lahir dengan nama Ariel Scheinermann (Shinerman) dari keluarga Zionis pada 26 Februari 1928 di Kfar Malal, wilayah Mandat Britania atas Palestina.
Berangkat dari mimpinya pada kedaulatan Yahudi di negara Israel, Ariel bergabung dengan kelompok mafia Haganah untuk meneror warga Palestina.
Berkat latihan sindikat militer, ia sudah terampil mengangkat senjata sejak usia muda. Hal itulah yang mengantarkannya menjadi komandan infanteri Israel di usia 20 tahun dalam perang memperjuangkan deklarasi kemerdekaan Israel pada 1948-1949.
Pada 1953, Ariel Sharon mengajukan usul untuk mendirikan unit komando 101. Idenya disetujui oleh pemimpin militer kala itu. Ariel sendiri yang ditugaskan memimpin Unit 1o1 untuk melakukan operasi tingkat tinggi, termasuk bertanggung jawab dalam pembantaian Qibya pada 1953.
Pembantaian Qibya dilakukan untuk mengusir orang-orang Palestina di Qibya, sebuah desa di West Bank dengan jumlah penduduk sekitar 2.000 orang di perbatasan Yordania.
Operasi ini dilakukan dengan pemusnahan 40 rumah penduduk, pembunuhan 96 warga sipil yang sebagian besar dari mereka adalah perempuan dan anak-anak.
Sejak pukul 4 pagi, 600 tentara Israel di bawah pimpinan Ariel Sharon memasuki desa Qibya dan dengan tangan dingin membantai penduduk-penduduknya.
Senjata yang digunakan Unit 101 adalah senapan otomatis, granat, bom bakar, dan meledakkan rumah dengan seluruh penghuninya. Toko-toko dijarah dan waduk Qibya juga dihancurkan.
Selepas pembantaian Qibya, Ariel Sharon menyatakan: "Perintah telah dilaksanakan dengan sempurna. Qibya akan menjadi contoh untuk semua orang. [Sebagai komandan] saya harus menimbulkan sebanyak mungkin korban jiwa dari warga Palestina," ujar Ariel, sebagaimana dikutip dari buku Israel's Border Wars, 1949-1956 (1994: Hlm. 245).
Karena dikenal sebagai tentara pemberani dan memiliki taktik jenius, karir militer Ariel Sharon terus melonjak. Laporan BBC juga menuliskan, Ariel Sharon memimpin pasukan terjun payung pada Perang Suez di tahun 1956. Beberapa tahun berikutnya, ia juga mengomandoi sebuah divisi di pertempuran Sinai. Tentaranya berperan penting dalam kemenangan Israel atas Mesir pada 1967.
"Singa Tuhan" dari Israel
Selepas perang Arab-Israel 1948, hubungan antara Israel dan negara-negara jirannya tidak kunjung membaik. Pada 1956, Israel kemudian menyerang Mesir. Sebab, negara tetangga tersebut menutup Selat Tiran bagi industri pelayaran Israel sejak 1950, Israel kemudian menginvasi Semenanjung Sinai untuk membuka selat tersebut.
Invasi itu terus berlanjut bertahun-tahun kemudian, apalagi ketika Yordania, Mesir, dan Suriah membentuk aliansi Republik Arab Bersatu untuk melawan Israel.
Pada 1967, pecahlah Perang Enam Hari, sejak 5-10 Juni 1967 atau perang Arab-Israel 1967 ketika militer Israel melawan tentara Republik Arab Bersatu. Di perang tersebut, Ariel Sharon menjadi Mayor Jenderal yang memimpin Divisi Kendaraan Tempur Israel ke-38.
Ariel Sharon memerankan posisi penting dalam memenangkan perang Arab-Israel 1967 yang berhasil merebut Semenanjung Sinai, Dataran Tinggi Golan, Jalur Gaza, dan Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur.
Keberanian dan strategi militer yang dicetuskan Ariel Sharon ini mengantarkannya sebagai pahlawan militer dan dijuluki sebagai "Singa Tuhan" dari Israel.
Tukang Jagal dari Beirut
Sejak 1978, Israel menduduki Lebanon dengan Operasi Litani-nya. Hal ini didukung ketika orang-orang Kristen Maronit yang dipimpin partai Phalangis dari Lebanon bersekutu dengan Israel untuk memerangi faksi PLO (Organisasi Pembebasan Palestina).
Faksi PLO dapat berakhir di Lebanon karena perpindahan sekitar 100 ribu pengungsi Palestina ke Lebanon akibat konflik Palestina-Israel di tahun-tahun sebelumnya. Karena itulah, Israel terus mengejar dan menghajar milisi Palestina PLO hingga sampai ke Lebanon, termasuk dalam kasus pembantaian di kamp pengungsi Sabra dan Shatila.
Pada 1982, berdasarkan investigasi Komisi Penyelidik Israel, Ariel Sharon bertanggung jawab secara langsung atas pembantaian Sabra dan Shatila di Beirut Barat, Lebanon, sebagaimana laporan majalah TIME pada 21 Februari 1983.
Pembantaian Sabra dan Shatila ini menewaskan sekitar 20.000 orang yang membuat Ariel Sharon memperoleh julukan sebagai Tukang Jagal dari Beirut.
Intifada II dan Kemenangan Politik
Pada 2000, Ariel Sharon mengunjungi situs suci Yahudi Temple Mount yang berada dalam kompleks Masjid Al-Aqsa. Kunjungan Ariel dikawal ratusan polisi Israel, sebagaimana dilansir BBC.
Kedatangan Ariel Sharon itu dianggap sebagai upaya pencaplokan penuh kawasan Temple Mount sebagai wilayah Zionis. Akhirnya, kunjungan tersebut memicu ledakan Intifada II, perang antara Palestina-Israel yang menewaskan sekitar 4.219 warga Palestina dan 1.024 warga Israel.
Setahun berikutnya, pada Februari 2001, Sharon menang telak sebagai perdana menteri Israel. Ia berjanji untuk mewujudkan kemanan Israel secara penuh, sambil menegaskan bahwa ia tidak akan terikat dengan negosiasi sebelumnya dengan Palestina.
Selama menjabat sebagai perdana menteri Israel, ia membuat keputusan kontroversial untuk membangun tembok pemisah kawasan West Bank antara Palestina dan Israel..
Kendati demikian, ia terus menarik warga Israel dari Jalur Gaza dan empat permukiman di Tepi Barat utara. Di tengah meningkatnya perbedaan pendapat dalam Partai Likud (partai politik Ariel Sharon) karena penarikan dari Jalur Gaza, Sharon kemudian meninggalkan partai pada November 2005.
Bulan berikutnya, Ariel Sharon terkena stroke dan lepas jabatan dari perdana menteri. Ia digantikan wakil PM saat itu, Ehud Olmert. Kian hari, sakit Ariel Sharon kian parah dan tak menunjukkan tanda-tanda kesembuhan.
Setelah delapan tahun dirongrong stroke, Singa Tuhan dari Israel itu menghembuskan napas terakhirnya di ranjang pesakitan rumah sakit Pusat Medis Sheba, Tel Aviv pada 11 Januari 2014.
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Dipna Videlia Putsanra