tirto.id - Lebih dari dua minggu, wacana menghapuskan wisuda TK-SMA menjadi topik panas di media sosial.
WAG atau Whatapp Grup orang tua atau wali murid bahkan akun Instagram Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI, dibanjiri protes dan permohonan orang tua untuk menghapuskanwisuda TK-SMA.
Perihal acara wisuda anak terutama dari TK dan SD merupakan fenomena yang makin marak terjadi dalam sistem pendidikan saat ini.
Namun menurut Samanta Elsener, M.Psi., Psikolog Anak dan Keluarga, Ibu satu anak ini, hal ini dilakukan sebagai bentuk memberikan reward pada peserta didik yang selama ini sudah menempuh pendidikan di sekolah tersebut
"Hanya saja memang perlu dicermati lagi perihal anggaran yang masih masuk akal atau tidak sesuai dengan kondisi latar belakang sekolah dan pekerjaan orang tua,” lanjutnya.
Akhirnya, 23 Juni 2O23 lalu Kemendikbud Ristek merilis Surat Edaran yang berisi dua poin penting mengenai wisuda. Surat Edaran Kemendikbud Ristek ini ditujukan kepada Kepala Dinas Pendidikan Provinsi, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, dan Kepala Satuan Pendidikan di seluruh Indonesia.
Yang isinya adalah memastikan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan menengah tidak menjadikan kegiatan wisuda sebagai kegiatan yang bersifat wajib dan pelaksanaan kegiatan wisuda tidak boleh membebani orang tua/wali peserta didik.
Kedua, memastikan bahwa kegiatan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan menengah melibatkan komite sekolah dan orang tua/wali peserta didik sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.
Singkatnya, kegiatan wisuda tidak dilarang atau tidak dihapuskan. Bila tetap ingin mengadakannya, harus berpatokan kepada ke dua poin penting di atas.
Tradisi Wisuda Sebelum Polemik
Arti kata wisuda dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah peresmian atau pelantikan yang dilakukan dengan upacara khidmat.
Di kalangan akademik, wisuda merupakan penanda kelulusan mahasiswa yang telah menempuh masa belajar pada suatu universitas atau perguruan tinggi. Dikutip dari canterbury.ac.nz, upacara kelulusan universitas adalah bagian dari tradisi 800 tahun yang dimulai sejak pendirian universitas pertama di Eropa pada abad ke-12. Pada abad ke-15, kata graduate atau lulusan memiliki makna seseorang yang mendapatkan atau memiliki gelar.
Wisuda menjadi sebuah tradisi perayaan kelulusan dan berkaitan erat dengan toga. Toga berasal dari Bahasa Latin ‘Tego’ yang artinya penutup.
Toga sendiri dalam KBBI memiliki arti baju panjang (jubah) hitam, lengannya lebar sebagai pakaian jabatan bagi guru besar, hakim, sarjana, dan sebagainya yang dipakai pada saat tertentu. Awalnya, toga adalah pakaian para ulama yang dikenakan para cendekiawan abad ke-12.
University of Oxford dan University of Cambridge di Inggris adalah perguruan tinggi pertama yang meresmikan pakaian kelulusan dalam bentuk toga wisuda.
Wisuda dianggap menjadi puncak kesuksesan dari studi panjang melelahkan penuh hambatan yang dilalui oleh mahasiswa. Itu sebabnya dirasa kurang tepat bila kegiatan wisuda dilaksanakan oleh satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan menengah.
Dr. Rose Mini Agoes Salim, M.Psi atau yang akrab dipanggil Bunda Romy, Psikolog, Pendiri TK & SD Taman Kreativitas Anak Indonesia, berpendapat wisuda anak terutama TK dan SD tidak perlu.
“Namanya tidak wisuda, tapi selesai sekolah. Kegiatan wisuda itu kan, biasanya menggunakan toga dan dilakukan setelah seseorang sudah menyelesaikan perguruan tinggi. Kalau TK sampai level SMA tidak terlalu perlu melakukan hal tersebut, karena kata wisuda sebetulnya menentukan sesuatu yang sudah selesai. Tapi bukan seperti ini. Pendidikan belum selesai, nih, kalau dari TK ke SD, SD ke SMP, masih berlanjut, maka sebaiknya wisuda dilakukan pada tahap akhir pada S1, S2, atau S3 karena terlihat jenjang dan gelar yang diperoleh.”
Bunda Romy juga menambahkan, “Kalaupun mau diberikan sebagai penghargaan karena telah menyelesaikan TK-SMA mungkin tidak usah dengan wisuda bertoga tapi cukup dengan pemberian kalung seperti medali dari sekolah.”
Dua Sisi Wisuda TK-SMA bagi Orang tua
Pengalaman pilu tentang kegiatan wisuda TK dialami Widia Agustine, Karyawan Swasta, Ibu dari 4 anak.
“Tahun lalu waktu anak saya TK di Bekasi Utara, biaya perpisahan Rp1,8 juta. Acaranya di Puncak. Menginap dan ada prosesi wisuda-wisudaan. Walaupun awalnya polling ada 6 wali murid nggak setuju termasuk saya, mereka ikut suara terbanyak. Dan yang nggak ikut tetap diwajibkan bayar full. Sampai sekarang saya belum bayarkan dan ijazah ditahan, karena saya merasa sia-sia menebus Rp1,8 juta."
"Alhamdulillah, meski nggak pakai ijazah —saya cuma minta SKL (Surat Keterangan Lulus) saja— anak saya tetap bisa masuk SD Negeri. Acara-acara seperti itu sebenarnya cuma ibu-ibunya dan guru-gurunya yang tetap mau kelihatan eksis di era media sosial saat ini. Tanpa memikirkan orang tua murid lain mampu atau nggak.”
Ibu yang saat itu sedang hamil 9 bulan ini pun menambahkan, “Saat itu kan, pandemi sudah mulai berkurang, jadi mereka bilangnya healing tipis-tipis. Padahal habis pandemi begitu justru kondisi keuangan sangat belum stabil. Ada beberapa wali murid sampai pinjam uang buat ikut ke sana."
"Kalau saya ya, apa adanya saja. Tidak punya. Sampai sekarang saya masih dimusuhi semua guru yang mengajar di situ. Tapi saya nggak peduli, yang penting sampai saat ini anak saya masih bisa tetap sekolah. Anak saya juga sempat agak kesel sama sekolahnya karena sempat dibedakan oleh guru-gurunya. Katanya, guru-gurunya jahat.”
Di lain sisi, bagi banyak orang tua atau wali murid, kegiatan wisuda juga memberikan banyak dampak positif. Asal, tidak membebani orang tua atau wali murid.
Hal ini dirasakan Andhita Siswandi, Fashion Designer dan Content Creator, Ibu 4 anak, yang menyekolahkan ketiga anaknya di salah satu sekolah internasional di Jakarta.
Saat ditanya bagaimana perasaannya ketika ketiga anaknya wisuda TK, ia menjawab, “Sebagai orang tua saya senang dan terharu. Apalagi waktu wisuda TK Ashmael (Ash), putra ke tiga saya. Ash memang hebat! Karena 80% waktu TK yang harusnya dihabiskan di sekolah, bermain dan belajar, ia habiskan di rumah karena pandemi. Selesai pandemi langsung mengejar ketinggalan."
"Yang paling berkesan sebenarnya malah bukan saat acara wisudanya, tapi saat melihat ia percaya diri perform di depan penonton. Acaranya ada pentas seni dulu, untuk seremonial wisuda sebenarnya hanya 1/4 dari waktu acara. Jadi lebih banyak acara anak menunjukkan bakat dan kerja keras latihan mereka ke orang tua atau saudara. Untuk baju yang dikenakan, simpel saja. Yang perempuan dress putih, laki-laki kemeja putih celana hitam. Sepatu hitam. Malah sekolah encourage untuk pakai baju yang ada saja. Alhamdulillah, bisa diberi kesempatan mendampingi anak di salah satu milestone hidupnya,” ujarnya.
Dari WAG sekolah juga banyak tanggapan positif tentang kegiatan wisuda, salah satunya pengalaman Laras, Karyawan Swasta, Ibu 2 anak.
“Untuk siswa SD yang sudah susah payah belajar selama 6 tahun, perlu juga diapresiasi. Anak saya bangga atas pencapaiannya. Ia dan teman-temannya main band, dan adik-adik kelasnya juga senang diberi panggung untuk menunjukkan bakat dan kreativitas masing-masing. Ada yang menari, menyanyi, bermain drama, bahkan story telling dalam bahasa Inggris. Bagi anak yang berprestasi, diberikan piala khusus dari sekolah untuk memotivasi anak-anak lainnya berprestasi. Ini semua membuat haru dan bangga saya sebagai orang tua yang melihatnya,” ungkap Laras.
Samanta yang baru saja merasakan acara kelulusan anaknya yang tamat SD juga berpendapat, banyak dampak positif yang bisa dipetik dari kegiatan wisuda ini.
“Kegiatan wisuda ini membuat anak-anak mengenal variasi acara formal. Mereka belajar dari persiapannya dan saat hari H apa saja yg perlu dilakukan sebagai bentuk apresiasi pada diri mereka. Khususnya anak-anak yang berprestasi di sekolah."
"Sedangkan acara perpisahan membuat solidaritas antar peserta didik dan guru-guru pengajar menjadi akrab dalam suasana informal. Memberikan kenangan indah bersama untuk terakhir kalinya. Umumnya lebih diisi dengan acara informal karya anak-anak. Maka dalam acara perpisahan, anak-anak dapat lebih berkontribusi secara merata dengan kreativitas mereka. Sebagai gambaran umumnya dalam hal ini, anak-anak belajar interaksi sosial dalam berbagai setting sosial yang juga bisa menjadi bekal untuk masa depannya kelak.”
Samanta juga membeberkan dampak psikologis kegiatan wisuda terutama untuk usia anak TK dan SD.
“Pengaruh kegiatan wisuda ini ke anak, tentu membuat anak merasa lebih bangga sudah menyelesaikan satu jenjang pendidikan dan memiliki ingatan yang baik tentang proses ceremony-nya. Kesan yang baik tentang sekolah dan acara kelulusan dipandang sebagai hal yg menyenangkan oleh peserta didik. Dengan harapan mereka selalu semangat dalam melanjutkan jenjang pendidikan selanjutnya.”
Sebagai Pendiri TK & SD Taman Kreativitas Anak Indonesia, Bunda Romy menghimbau orang tua untuk terus terang menginformasikan bila mereka tidak mampu ikut wisuda.
"Yang penting kan, anaknya mendapat angka dari ijazahnya itu. Tapi sekolah harus diberi tahu bahwa orang tua keberatan tentang ini. Dan kalau membebani orang tua, menurut saya tidak bagus karena nanti akan ada kesenjangan antara anak yang ikut wisuda dengan yang tidak wisuda. Kalau apa yg dilakukan oleh sekolah memberatkan orang tua, ada baiknya orang tua atau wali murid membicarakannya dulu dengan pihak sekolah.”
Selain menimbang kemampuan finansial, orang tua juga perlu memerhatikan dampak psikologis pada anak terkait keputusan ikut tidaknya wisuda.
Yang sering terjadi, saat orang tua memutuskan anak tidak ikut wisuda, ada tekanan yang dialami anak baik dalam diri, maupun terkait relasinya dengan teman. Karena walaupun sudah lulus, anak bisa saja masih akan bertemu dengan temannya di jenjang pendidikan selanjutnya, atau masih bermain bersama di lingkungan rumah.
Memberikan pemahaman kepada anak tentang latar belakang ketidakikutsertaannya di wisuda, sehingga anak paham betul alasan di baliknya dan kemudian memaklumi situasi tersebut juga penting. Apalagi, anak pada akhirnya akan mengalaminya juga saat ia menempuh pendidikan di universitas.
Walau kini wisuda TK-SMA tetap bisa dilaksanakan, orang tua harus terus berani dan tegas mengungkap kondisi mereka, sebagai bentuk pengawalan kegiatan wisuda, yang telah diputuskan tidak menjadi hal yang wajib dilaksanakan oleh murid TK-SMA.
Penulis: Glenny Levina
Editor: Lilin Rosa Santi