Menuju konten utama

Presiden Jokowi Teken PP Soal Kompensasi Korban Aksi Terorisme

Presiden Jokowi meneken PP yang memberikan kompensasi bagi korban aksi terorisme. PP ini penting khususnya bagi korban tindak pidana terorisme masa lalu untuk mendapatkan hak-haknya di luar proses peradilan.

Presiden Jokowi Teken PP Soal Kompensasi Korban Aksi Terorisme
Presiden Joko Widodo memberikan sambutan saat acara penyaluran dana bergulir untuk koperasi di Istana Negara, Jakarta, Kamis (23/7/2020). (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

tirto.id - Juru Bicara Presiden Jokowi bidang hukum Dini Purwono mengklaim, negara memahami penderitaan korban terorisme dengan menutupi segala kerugian akibat tindakan terorisme.

Hal tersebut diperkuat setelah Presiden Jokowi menandatangani PP 35 tahun 2020 tentang Perubahan PP Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban” pada 7 Juli 2020 dan telah diundangkan pada 8 Juli 2020.

"Pemerintah memahami kesulitan dan kesedihan pihak keluarga yang menjadi korban aksi terorisme. Karenanya PP ini diperbarui untuk meringankan beban keluarga korban dari sisi ekonomi," jelas Dini Purwono dalam keterangan tertulis, Senin (27/7/2020).

Dini mengatakan, bentuk bantuan yang diberikan kepada korban terorisme berupa kompensasi, bantuan medis, dan psikologis.

Dini pun mengatakan, proses untuk mendapat kompensasi bisa diajukan korban tindak pidana terorisme, keluarga, atau ahli warisnya melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Permohonan pengajuan dapat disampaikan sejak dimulainya penyidikan tindak pidana terorisme dan paling lambat sebelum pemeriksaan terdakwa. Kemudian, uraian perhitungan mengenai besaran kompensasi akan ditetapkan LPSK.

LPSK sebelumnya menyambut positif keberadaan PP tersebut. Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo memandang, PP yang diteken oleh Presiden Joko Widodo pada 7 Juli 2020 ini, menunjukkan bukti kuatnya komitmen Pemerintah untuk hadir bagi para korban tindak pidana.

"UU No 5 Tahun 2018 maupun PP No 35 Tahun 2020 sebagai turunannya, merupakan salah satu aturan di dunia yang komprehensif dalam penanganan terorisme," ujar Hasto dalam keterangan tertulis, Selasa (21/7/2020) lalu.

Hasto pun menuturkan, PP ini penting khususnya bagi korban tindak pidana terorisme masa lalu untuk mendapatkan hak-haknya di luar proses peradilan, karena putusan hakim dalam mengadili perkara terorisme pada masa lalu, belum banyak menyentuh pemenuhan hak bagi para korban. LPSK mencatat cukup banyak korban terorisme masa lalu yang belum menerima kompensasi dari negara.

“Patut diakui ini merupakan terobosan besar dalam sistem hukum Indonesia karena biasanya kompensasi baru didapatkan melalui putusan pengadilan” kata Hasto.

Meskipun begitu, kata Hasto, dalam prakteknya, melalui UU 31 Tahun 2014 LPSK telah memberikan perlindungan kepada korban terorisme yang terjadi di masa lalu dalam bentuk bantuan medis, psikologis dan psikososial.

Sejumlah korban terorisme mulai dari peristiwa bom Bali I dan II, bom kedubes Australia, bom hotel JW Marriot, bom Thamrin, bom Kampung Melayu hingga bom Samarinda tercatat telah menerima ragam bantuan tersebut.

Hasto mengakui pasca terbitnya PP ini, banyak tugas berat yang akan dilakukan oleh LPSK, seperti menentukan besaran kerugian yang dialami korban masa lalu meliputi korban luka, korban meninggal dunia, hilang pendapatan, atau hilang harta benda. Untuk korban masa lalu yang mengalami luka maka terlebih dahulu akan dihitung derajat lukanya.

Langkah selanjutnya LPSK akan berkoordinasi sejumlah pihak, seperti Kementerian Keuangan dalam soal persetujuan besaran kompensasi yang telah dihitung sambil melihat ketersediaan anggaran untuk membayarkan kompensasi tersebut. Begitu juga dengan BNPT untuk penyamaan data serta terkait Surat Keterangan Korban.

Baca juga artikel terkait TERORISME atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri