Menuju konten utama

Presiden Disarankan Segera Buat Paket Kebijakan Hukum

Presiden Joko Widodo disarankan segera membuat paket kebijakan hukum agar masyarakat mengetahui detail upaya penegakan hukum demi terciptanya kepastian hukum.

Presiden Disarankan Segera Buat Paket Kebijakan Hukum
Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan (tengah) seusai diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi penjualan aset PT PWU di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Surabaya, Jatim, Rabu (19/10). Dahlan Iskan yang menjabat sebagai Direktur Utama PT PWU tahun 2000-2010 diperiksa sebagai saksi sehubungan dengan kasus dugaan korupsi penjualan aset Badan Usaha Milik daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur, PT Panca Wira Usaha (PT PWU). ANTARA FOTO/Umarul Faruq.

tirto.id - Presiden Joko Widodo disarankan segera membuat paket kebijakan hukum agar masyarakat mengetahui detail upaya penegakan hukum demi terciptanya kepastian hukum.

Pimpinan Komisi II DPR Almuzzamil Yusuf mempertanyakan realisasi program prioritas nawacita nomor empat yang menyebutkan menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.

"Paket kebijakan hukum Pemerintahan Jokowi harus segera disusun dan dilaksanakan karena indeks 'rule of law' Indonesia peringkat 52 dan indeks persepsi korupsi pada urutan 88," kata Almuzzamil Yusuf yang juga Wakil Ketua Komisi II DPR RI dalam pernyataan tertulisnya yang diterima di Jakarta, seperti dikutip dari kantor berita Antara, Jumat, (21/10/2016).

Ia menyebutkan ada lima hal penting yang harus diperhatikan dalam paket kebijakan hukum yang perlu dbuat pemerintah antara lain adanya konsistensi dan kepastian hukum bagi semua; aparat penegak hukum yang bersih dan profesional; tidak adanya intervensi terhadap penegakan hukum.

Kemudian, ada peningkatan pelayanan publik, dan keteladanan pejabat publik dalam melaksanakan putusan hukum.

"Jika ini tidak diperhatikan maka jangan berharap akan terjadi perbaikan budaya hukum di Indonesia," katanya.

Presiden Jokowi saat memimpin rapat kabinet terbatas pada Selasa (11/10/2016) lalu, menekankan kepastian hukum merupakan suatu keharusan bagi Indonesia untuk menghadapi era persaingan saat ini. Tidak ada pilihan lain kecuali harus segera melakukan reformasi hukum besar-besaran dari hulu sampai hilir.

Presiden menegaskan bahwa berdasarkan konstitusi, Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan harus berdasarkan hukum dan negara harus hadir memberikan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak asasi manusia, termasuk rasa aman kepada seluruh warga negara.

Belum sepenuhnya kepala negara menyadari cita-cita sebagai negara hukum ialah keadilan hukum dapat terwujud dalam praktik penyelenggaraan negara maupun dalam kehidupan sehari-hari. Hukum masih dirasa cenderung tajam dan runcing ke bawah dan tumpul ke atas.

Presiden menyebutkan dengan indeks persepsi korupsi dunia 2015, Indonesia masih berada pada urutan 88, begitu pula dengan "rule of law" 2015, Indonesia juga berada pada peringkat 52.

"Jika hal ini dibiarkan maka akan memunculkan ketidakpercayaan dan ketidakpatuhan terhadap hukum maupun pada insitusi-institusi penegak hukum," kata Presiden.

Sebagaimana yang tertuang dalam laporan capaian dua tahun pemerintahan Jokowi-JK yang diterbitkan oleh Kantor Staf Presiden, penegakan hukum dari Kepolisian RI menunjukkan bahwa jumlah kejahatan relatif berkurang dari 373.636 kasus pada tahun 2015, menurun menjadi 165.147 kasus pada tahun ini.

Dalam pemberantasan teroris, Polri selama kurun waktu 2015 hingga Juni 2016 telah menangkap 170 tersangka kasus terorisme, terdiri atas hasil kegiatan kepolisian sebanyak 120 tersangka, hasil Operasi Camar 27 tersangka, dan hasil operasi Tinombala sebanyak 23 tersangka. Tersangka teroris yang paling dicari, Santoso, telah ditembak mati pada 18 Juli 2016.

Sementara penegakan hukum oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai juga mengalami peningkatan pada tahun ini, sedangkan di sisi pelayanan, sudah terjadi efisiensi dalam total waktu "pre-clearance".

Kinerja Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terdiri atas bidang pengawasan dan pelayanan. Proses penyidikan yang telah lengkap (P21) sebanyak 94 kasus pada tahun ini, lebih rendah dibanding pada 2015 sebanyak 105 kasus dan 2014 sebanyak 108 kasus.

Jumlah penindakan pada tahun ini juga mencapai angka 9.004 kasus, menurun dibandingkan tahun 2015 sebanyak 10.009, dan pada tahun 2014 sebanyak 6.640 kasus.

Nilai barang hasil penindakan pada tahun ini mencapai Rp2.243 miliar, sedangkan pada tahun 2015 sebesar Rp3.701 miliar, dan pada tahun 2014 sebesar Rp1.724 miliar.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai juga telah berhasil mempersingkat waktu pelayanan. Dalam "pre-clearance" untuk obat dan makanan pada tahun 2015 rata-rata hanya membutuhkan waktu 2,5 hari, sedangkan pada 2014 mencapai 3,83 hari.

Untuk "pre-clearance" hewan, pada tahun 2015 hanya sekitar tiga jam, dibandingkan pada 2014 yang mencapai 5,31 hari. "Pre-clearance" tumbuhan pada 2015 juga telah bisa mencapai tiga jam, dibandingkan pada tahun 2014 yang mencapai 4,16 hari.

Penegakan hukum Sementara penegakan hukum di kejaksaan, selama tahun ini terjadi peningkatan penyelamatan keuangan negara dibandingkan tahun sebelumnya, namun terdapat penurunan dalam penegakan hukum kasus korupsi.

Dibandingkan tahun 2015, secara umum, penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung pada tahun 2016 cenderung meningkat.

Tindak pidana umum menunjukkan bahwa pada tahun ini terdapat 96.589 kasus tindak pidana umum berdasarkan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) sedangkan yang telah masuk pada penuntutan sebanyak 94.248 kasus.

Sementara pada tahun 2015, terdapat 132.987 kasus tindak pidana yang masuk SPDP dan 133.830 kasus yang masuk penuntutan.

Untuk tindak pidana korupsi yang ditangani kejaksaan, tahun ini hingga Mei lalu, terdapat 453 kasus masuk dalam penyelidikan, 357 kasus dalam penyidikan, dan 781 kasus tahap penuntutan. Sementara pada tahun 2015, terdapat 1.988 kasus masuk dalam penyelidikan, 1.785 kasus dalam penyidikan, dan 2.446 kasus tahap penuntutan.

Capaian pemerintah dalam pemberantasan korupsi juga terlihat dalam indeks persepsi korupsi, dan menunjukkan perbaikan, baik dari segi peringkat maupun skor.

Dibandingkan dengan negara tetangga, peringkat Indonesia dalam indeks persepsi korupsi untuk tahun 2015, berada di posisi 15 untuk peringkat regional dan 88 untuk peringkat global, dengan skor 36, yang menunjukkan kenaikan peringkat.

Sementara Singapura yang berada pada peringkat dua untuk peringkat regional dan 8 untuk peringkat global dengan skor 85, menunjukkan penurunan peringkat dan skor. Malaysia juga turun peringkat dan skor, dengan berada pada peringkat 9 untuk regional dan 54 untuk global dengan skor 50.

Peringkat Indonesia, lebih tinggi dibandingkan Filipina (16 regional, 95 global, skor 35), Vietnam (17 regional, 112 global, skor 31), dan Myanmar (24 regional, 147 global, dan skor 22).

Baca juga artikel terkait KEBIJAKAN PEMERINTAH atau tulisan lainnya dari Mutaya Saroh

tirto.id - Hukum
Reporter: Mutaya Saroh
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh