tirto.id - Pada debat keempat capres 2019, Sabtu (30/3/2019), Prabowo mengklaim dirinya lebih TNI dari banyak TNI. “Pak [Jokowi], saya pertaruhkan nyawa di TNI, saya lebih TNI dari banyak TNI,” katanya.
Kalimat yang diucapkan Prabowo itu, sebagaimana dicatat pula dalam laporan mendalamTirto, menyiratkan penegasan terhadap beberapa hal. Pertama, Prabowo, dengan kata lain, adalah capres nasionalis. Kedua, Prabowo adalah mantan perwira TNI yang paling tahu soal TNI. Ketiga, Prabowo adalah jenderal yang menilai dirinya paling tahu perang.
Barangkali yang tidak disadari Prabowo adalah dia mengatakan itu di depan Jokowi, sang petahana, yang saat ini tentu saja berposisi sebagai Panglima Tertinggi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sementara Prabowo, semua tahu, belum pernah menjadi pejabat militer dengan jabatan melebihi Komandan Sesko dan Panglima Kostrad.
Pernyataan Prabowo tersebut sebenarnya bukan sesuatu yang mengagetkan. Sepak terjang Prabowo sejak dia masih perwira muda, seperti dicatat dalam biografi dan memoar beberapa perwira segenerasinya, menunjukkan bahwa perasaan superioritas macam itu kerap diperlihatkannya.
Menuduh Para Senior
Prabowo adalah perwira generasi baru yang lahir sesudah Revolusi Indonesia. Dia dilahirkan pada 17 Oktober 1951. Meski begitu, di masa jayanya, Prabowo pernah menuduh seorang perwira senior dari Angkatan 45 tidak loyal kepada negara.
Brigadir Jenderal Jasmin, sepengakuan Sintong Panjaitan dalam biografinya, Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando (2009) yang disusun Hendro Subroto, adalah orang yang pernah dicap tidak loyal kepada bangsa dan negara oleh Prabowo Subianto. Waktu itu bulan Maret 1983 dan pangkat Prabowo masih kapten (hlm. 457).
Ketika itu Prabowo bikin geger Mayor Luhut Binsar Panjaitan. Prabowo hendak menggerakkan pasukan anti teror Kopassandha yang dipimpin Luhut dan Prabowo sebagai wakil komandan. Atas perbuatan Prabowo itu, Luhut hanya bisa melapor kepada pimpinan Kopassandha, yang kala itu dipegang Jasmin selaku Wakil Komandan Jenderal (Wadanjen).
Waktu Luhut melapor bersama Prabowo, Prabowo hanya berkilah bahwa Letnan Jenderal Leonardus Benjamin Moerdani alias Benny Moerdani hendak mengudeta Soeharto. Karena menurutnya, Benny Moerdani memasukkan senjata dari Taiwan ke Indonesia—sedianya senjata itu akan disalurkan ke Mujahidin Afganistan.
Jasmin tidak percaya omongan Prabowo yang marah-marah bahwa Benny hendak kudeta. Luhut hanya bisa membatin, pasti ada yang salah pada Prabowo. Jasmin pun hanya bisa berpesan pada Luhut untuk menjaga pasukannya.
Kepada Sintong Panjaitan, Jasmin kemudian mencurahkan apa yang dirasakanya, kala mereka berdua berada di Kariango, Makassar. Jasmin mengaku rumahnya diintai Prabowo. Pagar rumahnya bahkan pernah dilompati Prabowo.
“Saya sudah menderita sejak perjuangan kemerdekaan 1945 tetapi Prabowo menuduh saya kurang setia kepada negara dan bangsa,” aku Jasmin pada Sintong.
Prabowo mengatakannya sambil menuding-nuding telunjuk jarinya ke arah wajah Jasmin—yang sudah sangat senior di Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
Selain Jasmin, Benny Moerdani, orang yang sudah di pihak Republik sejak 1945, juga kena tuduh tidak setia kepada Republik Indonesia. Padahal Benny Moerdani tak hanya ikutan jadi pejuang pada masa Revolusi, tapi juga termasuk perwira baret merah yang ikut menumpas Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatra, di mana ayah Prabowo terlibat. Selain itu, Benny Moerdani adalah perwira yang berpuluh tahun jadi orang kepercayaan Soeharto, mertua daripada Prabowo.
Kepada mertuanya, Prabowo pun melapor bahwa Benny Moerdani hendak mengambilalih kekuasaan. Setelah kejadian di bulan Maret 1983 itu, menurut Kivlan Zen dalam Konflik dan Integrasi TNI AD (2004), “Jenderal Benny Moerdani (yang menjadi Panglima ABRI) marah kepada Prabowo Subianto dan mengeluarkannya dari Kopassus menjadi Kepala Staf KODIM (Kasdim), suatu jabatan buangan bagi anggota Kopassus” (hlm. 71).
Selama Benny masih di ABRI, karier Prabowo hanya bisa di luar baret merah. Setelah Benny hilang pengaruhnya pada 1990-an, barulah Prabowo bisa berjaya di baret merah.
Benny Moerdani, kata Jusuf Wanandi dalam Menyibak Tabir Orde Baru (2014), adalah orang yang dipercaya presiden untuk "menjaga" Prabowo ketika yang bersangkutan baru saja jadi menantu daripada Soeharto. Prabowo diberi kesempatan untuk memajukan kariernya (hlm. 328).
Tapi di masa jadi perwira menengah, Prabowo dikenal sebagai perwira yang pemarah dan suka memukul anak buahnya. Benny tahu itu buruk dan Prabowo pun ditarik ke Brigade Kostrad.
Soeharto Saja Tak Percaya
Dengan jabatan yang diraihnya pada 1990-an, banyak yang berpikir bahwa Prabowo adalah perwira yang paling dipercaya oleh mertuanya. Dalam jangka waktu kurang dari lima tahun, pangkat Prabowo melesat dari kolonel ke jenderal bintang tiga, dengan jabatan mirip mertuanya dulu, Panglima Kostrad.
Banyak kawan Prabowo juga dapat jabatan penting di Kostrad. Kivlan Zen, misalnya, ditunjuk sebagai Kepala Staf. Bahkan Danjen Kopassus yang menggantikannya, Mayor Jenderal Muchdi Purwoprandjono, pun sangat dekat dan dipercaya oleh Prabowo.
Soeharto, seperti ditulis Jusuf Wanandi (hlm. 377), tentu “mengetahui semua hal tentang Prabowo.” Setelah tahu perkawinan Prabowo dengan Siti Hediati Harjadi alias Titiek Soeharto tidak beres, kepercayaan Soeharto pada Prabowo pun menurun.
Beruntungnya, Prabowo masih punya konco yang dikenalnya sejak di Lembah Tidar, Sjafrie Sjamsoeddin. Prabowo lulus bersamanya di Akabri pada 1974. Dari awal 1990-an, Sjafrie sudah dijadikan ajudan daripada Soeharto. Tak hanya cerdas, Sjafrie juga dapat dipercaya.
“Ia tidak seperti Prabowo yang cepat marah,” tulis Jusuf Wanandi.
Karena itu, masih kata Wanandi, “semua urusan Prabowo dengan Soeharto dua tahun terakhir sebelum kejatuhannya dilakukan melalui Sjafrie.”
Jika Prabowo yang berkunjung langsung ke Soeharto, orang tua itu tidak percaya. Ketika Soeharto harus memilih antara Wiranto dengan Prabowo, Soeharto akan memilih Wiranto.
Editor: Ivan Aulia Ahsan