tirto.id - Pernyataan Prabowo Subianto bahwa dia "lebih TNI dari kebanyakan TNI lainnya" dalam debat pilpres Sabtu (30/3/2019) lalu mungkin layaknya orasi demonstran. Kebenaran kalimat jadi nomor sekian, karena memang yang utama adalah retorika--seni berpidato yang muluk-muluk dan bombastis.
Tapi toh pernyataan singkat itu tetap dipersoalkan. Prabowo seperti menempatkan dirinya lebih tinggi dari semua tentara. Hal ini misalnya dikatakan Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran, Muradi.
Muradi menganggap pernyataan Prabowo tak etis, apalagi itu diutarakan dalam debat yang ditonton sekian ratus juta orang.
"Dia melecehkan, merendahkan, menganggap TNI lain tidak ada," kata Muradi kepada reporter Tirto, Senin (1/4/2019).
Efek samping dari itu, kata Muradi, adalah Prabowo secara tidak langsung membuat para tentara, baik yang masif aktif atau sudah pensiun, kehilangan rasa hormat kepada dia. Padahal Prabowo sendiri adalah seorang tentara.
"Kalau enggak punya gagasan, enggak usah bluffing seperti itu. Itu menghilangkan respect anggota lain kepada beliau," tegasnya.
Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Laksamana Muda (purn) Soleman B Ponto, sependapat dengan Muradi. Soleman mengatakan pernyataan "lebih TNI dari TNI" memang bisa diartikan beragam. Namun kesan pertama yang muncul tetap saja bahwa Prabowo merasa lebih hebat, alias superior.
"Nyatanya beliau, kan, diberhentikan dari TNI," kata Soleman kepada reporter Tirto.
Pernyataan Soleman benar belaka. Setelah sempat melesat hingga menjadi letnan jenderal pada Maret 1998, karier militer Prabowo jadi suram seiring dengan jatuhnya sang mertua, Soeharto. Prabowo kemudian diberhentikan dari dinas militer karena dianggap tak bisa mengurus bawahannya dengan baik.
Namun beberapa pendukung Prabowo mengklaim itu sebagai pemberhentian dengan hormat.
Terlepas dari perbedaan tafsir tersebut, Soleman merasa Prabowo memang melecehkan TNI dan para purnawirawan. Soleman sendiri bilang tak pernah merasa lebih rendah dari anak begawan ekonomi Soemitro Djojohadikoesoemo ini.
"Saya enggak tahu dia ukurannya TNI lebih dari TNI itu apa. Apakah dia lebih mencintai TNI daripada TNI? [Tapi] dari mana ukurannya? Apa saya tidak mencintai TNI?" tanyanya, retoris.
"Yang jelas dia lebih pemarah dari Panglima."
Pembelaan Tim Kampanye
Kritik juga disampaikan juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Arya Sinulingga. Menurutnya Prabowo arogan, dan karena itu sangat tidak pantas jadi presiden.
"Beliau sangat arogan terhadap bekas institusinya sendiri. Harusnya beliau menghargai TNI sebagai seorang negarawan. TNI pasti tersinggung dengan ucapan Prabowo," kata Arya kepada reporter Tirto.
Tapi Prabowo tetap dibela tim kampanyenya, Badan Pemenangan Nasional (BPN). Direktur Legislatif BPN, Edhy Prabowo, menafsirkan pernyataan "lebih TNI dari TNI" secara positif: bahwa Prabowo merasa kalau dia adalah "tentara sejati".
"Beliau merasa [sebagai] TNI sejati. Beliau merasa tahu apa yang ada di tubuh TNI, kekurangan dan kelebihannya," kata Edhy selepas debat.
Edhy menilai rekam jejak Prabowo memang lebih sukses daripada yang lain--meski dia sendiri tak menyebut siapa tentara yang tak lebih sukses dari Prabowo.
"Memang beliau TNI yang menurut saya lebih daripada TNI biasa. Dalam operasi, kegiatan, pertempuran, di mana pun beliau selalu berhasil menang, seperti di Mapenduma, Papua," pungkasnya.
Kepala Pusat Penerangan TNI Brigjen Sisriadi telah kami mintai komentar terkait pernyataan Prabowo. Tapi dia enggan menanggapi. Sisriadi menutup telepon, lalu mengirimkan buku saku elektronik 'Netralitas TNI'.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Rio Apinino