tirto.id - Untuk 'berperang' melawan pandemi Corona COVID-19, yang per 30 Maret lalu telah membunuh 122 orang, pemerintah pusat menganggarkan duit sebesar Rp62,3 triliun. Anggaran tersebut bersumber dari realokasi belanja kementerian/lembaga dan akan dibelanjakan salah satunya untuk alat kesehatan.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, menilai anggaran tersebut masih jauh dari cukup. Oleh karenanya ia meminta pemerintah memikirkan cara lain untuk memperbanyak itu. Dan salah satu yang bisa jadi alternatif adalah memotong gaji para pejabat.
Ia bahkan punya hitung-hitungan berapa dana segar yang diperoleh jika kebijakan itu diterapkan.
"Hitungan dari pemotongan gaji 50 persen tunjangan menteri, wakil menteri, KSP, stafsus milenial, kemudian anggota DPR, plus komisaris di 13 BUMN, totalnya Rp2,65 triliun," kata Bhima kepada reporter Tirto, Senin (30/3/2020). "Daripada minta donasi ke masyarakat, lebih baik dimulai potong gaji dari pejabat yang atas dulu."
Apabila pemerintah menerapkan kebijakan pemangkasan gaji tersebut, Bhima memperkirakan 22 juta orang dapat selamat setidaknya selama satu bulan penuh dengan diberi sembako senilai Rp40 ribu/orang.
Ia lantas mengatakan kebijakan ini semestinya tidak terlalu sulit dilakukan. "Malu sama negara lainnya seperti Malaysia," katanya, merujuk ke pernyataan Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin yang menyerukan pemangkasan gaji para menteri dan wakil menteri selama dua bulan ke depan sejak 26 Maret 2020.
Malaysia juga menggelontorkan anggaran sebesar 250 miliar ringgit atau setara Rp925 triliun (kurs Rp3.701/ringgit) untuk mengatasi COVID-19. Sementara Indonesia, di sisi lain, baru merelokasikan anggaran sebesar Rp 62,3 triliun dan paket stimulus yang baru digelontorkan sebesar Rp 158 triliun dalam dua periode (25 Februari 2020 dan 13 Maret 2020).
"Indonesia baru Rp158 Triliun dengan jumlah penderita COVID-19 yang potensinya lebih besar dari Malaysia dan tenaga kerja yang lebih banyak," katanya, menegaskan betapa kurangnya bantuan dari pemerintah saat ini.
Kewajiban
Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Haris Azhar, menegaskan "tidak usah mikir panjang-panjang" untuk merealisasikan ide ini. Sebab, katanya kepada reporter Tirto, Senin (30/3/2020), "itu sudah kewajiban mereka."
Menurut Haris, pemangkasan gaji pejabat kementerian lebih etis ketimbang mengimbau para pegawai ikut berdonasi. Hal ini misalnya dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo). "Buat apa pejabat di beberapa kementerian dan kantor pemerintah menyuruh stafnya donasi untuk situasi ini? Itu tugasnya tokoh-tokoh, etis dan moral," Haris menegaskan.
Ia juga meminta agar pemerintah mengupayakan penambahan anggaran dari sumber lain. Beberapa di antaranya adalah "uang-uang yang nyangkut di para penjahat, harta sitaan, pembayaran pajak [perusahaan] raksasa." "Semua bisa digunakan untuk penanganan kasus ini," katanya.
Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari bahkan mengatakan selain memangkas gaji, fasilitas yang dapat membebani keuangan negara yang dinikmati para pejabat juga perlu ditarik sementara.
"Dalam keadaan darurat dikenal konsep hukum tata negara darurat. Dalam keadaan darurat semuanya enggak selalu bicara aturan," katanya kepada reporter Tirto. "Masak negara sedang butuh dana banyak, masih juga berpikiran gaji yang besar?"
Namun pendapat berbeda disampaikan ahli hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Bivitri Susanti. "Kalau langsung main potong gaji, itu namanya gaya-gayaan saja," katanya kepada reporter Tirto.
Ia lebih berharap pemerintah terbuka mengenai anggara penanganan COVID-19. Apakah anggaran yang ada sekarang, misalnya, cukup jika di kemudian hari pemerintah memutuskan karantina wilayah, sebab dalam situasi seperti itu pemerintahlah yang harus menyediakan kebutuhan pokok masyarakat. Lalu, apakah anggaran itu juga cukup untuk membeli alat-alat kesehatan untuk menyeimbangkan dengan jumlah pasien yang semakin banyak.
"Dari situ akan ketahuan, dana dari pemerintah cukup atau tidak. Kalau tidak, baru masuk ke kebijakan lanjutan soal kemungkinan potong gaji atau efisiensi," ujarnya.
DPR Mau Potong Gaji
Usulan dan desakan tersebut nampaknya tidak terlalu sulit terealisasi, setidaknya dari pihak anggota dewan. Sejumlah fraksi DPR seperti Golkar, Nasdem, dan PKB, mengusulkan pemotongan gaji dalam rapat paripurna Senin kemarin.
"Bagaimana seandainya kita bersama-sama dalam situasi sulit ini memberikan gaji kita paling tidak setengahnya untuk membantu saudara-saudara yang sedang mengalami kesulitan?" kata Nurul Arifin dari Golkar.
"Kami usul nanti pimpinan inisiasi pemotongan gaji bagi anggota DPR per bulan April ini," kata Saan Mustopa dari Nasdem.
Lalu Ketua Fraksi PKB Cucun Ahmad Syamsurijal mengatakan mereka "sepakat untuk menyampaikan sebagian gaji untuk masyarakat."
Sementara Ketua DPR RI Puan Maharani menimpali dengan meminta fraksi menyampaikan usulan resmi. "Setiap fraksi silakan mengusulkan kepada pimpinan terkait dengan pemotongan gaji," kata Puan.
======
Informasi seputar COVID-19 bisa Anda baca pada tautan berikut:
1. Ciri-Ciri Corona & Gejala COVID-19, Apa Beda dari Flu & Pneumonia?
2. Gejala Coronavirus Selain Demam dan Batuk: Tak Mampu Mencium Bau
3. Pentingnya Jaga Jarak di Tengah Pandemi COVID-19
4. 8 Cara Mencegah Penularan Virus Corona pada Lansia
5. Cara Deteksi Dini Risiko Covid-19 Secara Online
6. Update Corona Indonesia: Daftar Laboratorium Pemeriksaan COVID-19
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Rio Apinino