tirto.id - Pendiri sekaligus Direktur Eksekutif Poltracking, Hanta Yuda, menyayangkan sikap Dewan Etik Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) yang melarang Poltracking memublikasikan hasil survei Pilkada DKI Jakarta. Ia menyebut hal itu sebagai tuduhan karena dinilai tak bisa menunjukkan hasil survei yang kredibel terkait Pilkada Jakarta.
Survei yang dilakukan Poltracking pada 10-16 Oktober 2024 menunjukkan elektabilitas Ridwan Kamil-Suswono di angka 52,7 persen, Pramono Anung-Rano Karno 35,4 persen, Dharma Pongrekun-Kun Wardhana 3,7 persen, dan yang menjawab tidak tahu atau tidak menjawab 8,1 persen.
Hanta Yuda menerangkan bahwa Poltracking telah menunjukkan dua data set hasil survei yang berbeda. Meskipun saat ini Poltracking sudah keluar dan tak lagi menjadi bagian dari Persepi, namun ia meminta Persepi menelaah setiap data survei yang mereka lakukan.
Menurutnya, Poltracking menggunakan survei berbasis teknologi digital dan aplikasi di layar smartphone, sehingga membedakan cara lama survei yang menggunakan kuesioner kertas.
Hanta Yuda merasa usai pemeriksaan yang dilakukan oleh Persepi, Poltracking tidak diinfokan kesalahan apa yang mereka lakukan. Namun hal itu sudah terlanjur diumumkan ke publik terlebih dahulu.
"Jadi tidak disebutkan kesalahannya apa, tidak ada. Pelanggarannya tidak ada, tapi disanksi, diumumkan juga ke publik, itu yang kami sangat dirugikan," kata Hanta Yuda dalam konferensi pers di Hotel Sari Pacific, Jakarta Pusat, Jumat (8/11/2024).
Dalam salah satu paparannya, Hanta Yuda juga menegaskan bahwa data hasil surveinya yang diiikuti oleh dua ribu responden tersebut tak ada kaitannya dengan kelompok maupun individu dari tiga pasangan calon Pilkada Jakarta. Ia menegaskan bahwa Poltracking tidak memiliki klien selama Pilkada Jakarta 2024.
"Kami bukan konsultan di Jakarta. Enggak ada urusan bagi Poltracking siapa pemenang di Jakarta. Kami hanya ingin menyampaikan data ini apa adanya," ungkapnya.
Merasa mendapat perlakuan tidak adil, Hanta Yuda juga mengungkit dua lembaga survei anggota Persepi lainnya yang tidak mendapat tindakan dari Dewan Etik. Ia menyebut VoxPol dan Indikator sebagai dua anggota Persepi yang memiliki selisih jauh dalam angka survei di NTT, namun tidak dipanggil oleh Dewan Etik hingga kini.
"Yang lain ada perbedaan di daerah lain, itu seperti di NTT belum diproses," katanya.
Setelah tak lagi bergabung dengan Persepi, Hanta Yuda mengaku telah memiliki rencana mengenai masa depan Poltracking. Dia akan mengumumkan rencana Poltracking untuk bergabung dengan asosiasi baru pada Senin (11/10/2024) mendatang.
"Insya Allah hari Senin akan kami sampaikan," katanya.
Klarifikasi Dewan Etik
Persepi
Anggota Dewan Etik Persepi, Hamdi Muluk, mengaku terkejut atas pernyataan Hanta Yuda yang merasa tidak bersalah atas putusan Dewan Etik Persepi. Menurutnya, putusan Dewan Etik Persepi kepada Poltracking adalah hal biasa sebagai bentuk penegakkan aturan asosiasi profesi.
Maka itu, Hamdi menyebut Persepi akan mengumpulkan semua pengurus dan anggota Persepi, pada Sabtu (9/11/2024) besok di Hotel Mercure, Jakarta Selatan, guna mengklarifikasi sejumlah isu, termasuk mengenai hasil survei dalam pelaksanaan Pilkada Serentak di sejumlah daerah.
"Besok mau ada acara terbuka buat publik dan juga buat seluruh anggota Persepi untuk menjelaskan detail pemeriksaan itu, jadi besok akan dibuka semua rekaman pemeriksaan," katanya.
Hamdi juga membantah tudingan dari Poltracking bahwa Persepi tebang pilih dalam menindak anggotanya terkait hasil survei. Seperti yang ditudingkan oleh Poltracking mengenai Voxpol dan Indikator Politik Indonesia yang memiliki hasil survei terpaut jauh di NTT juga akan dipanggil oleh Persepi pada esok hari.
"Karena itu kita mau fair semua kan, kalau yang di DKI diperiksa, di NTT juga diperiksa, yang jadi pertanyaan kenapa DKI duluan, padahal kasus NTT dulua, karena DKI lebih banyak disorot," katanya.
Menurutnya, sanksi Dewan Etik Persepi diberikan kepada Poltracking karena banyak pertanyaan yang tak bisa dijawab oleh lembaga survei tersebut. Seperti data dari aplikasi survei yang diminta oleh Dewan Etik namun tak bisa ditampilkan saat proses pemanggilan.
"Kan dia bilang pakai aplikasi, kami tanya mana aplikasinya katanya sudah habis karena kontrak vendornya sudah habis, itu kan nggak masuk akal, nah itu yang harus dijelaskan ke publik," kata dia.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Irfan Teguh Pribadi