tirto.id - Polisi menyebutkan, video viral yang beredar luas soal kabar aparat kepolisian yang menganiaya remaja dan menyebabkannya meninggal dunia saat aksi 22 Mei lalu adalah tidak benar alias hoaks.
"Pada kenyataannya, orang yang dalam video tersebut adalah pelaku perusuh yang sudah kita amankan atas nama A alias Andri Bibir," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jendral Polisi Dedi Prasetyo di Polda Metro Jaya seperti dilansir Antara, Sabtu (25/5/2019).
Menurut Dedi, saat kericuhan 22 Mei terjadi, pelaku menyiapkan berbagai macam properti, antara lain batu, yang digunakan untuk berbuat rusuh dan penyerangan terhadap petugas kepolisian.
Batu itu disiapkan tersangka Andri Bibir untuk disuplai kepada teman-temannya yang melakukan demonstrasi.
"Demo ini tidak spontan, artinya 'by setting' (telah direncanakan) untuk menciptakan kerusuhan," lanjut Dedi.
Ia mengatakan, pelaku pada saat yang sama juga telah menyiapkan jerigen berisi air, agar teman-temannya yang terkena gas air mata dapat langsung cuci muka dengan air dalam jerigen.
Namun, setelah diketahui anggota kepolisian, Andri Bibir langsung melarikan diri karena takut dengan kepungan anggota pengamanan.
Polisi meyakini orang dalam video tersebut adalah tersangka Andri Bibir dari pakaiannya, yang saat itu menggunakan kaus hitam dan celana jins yang sudah dipotong pendek, sesuai dengan di video.
"Sedangkan kabar hoaks. yang disebarkan di akun Twitter adalah bukan foto yang bersangkutan (Andri Bibir). Kami tahu ada yang menempel video tersebut dengan gambar korban lainnya," ujar Dedi lagi.
"Tidak benar kalau korban adalah anak 16 tahun. Tidak benar anak dalam foto tersebut meninggal karena kejadian dalam video tersebut," tambahnya lagi.
Sebelumnya, beredar video viral di media sosial Twitter tentang remaja umur 16 tahun diduga bernama Harun Rasyid yang mendapat tindakan dari aparat kepolisian pada aksi 22 Mei 2019.
Video tersebut juga memuat konten foto korban dan narasi seolah-olah kejadian tersebut mengakibatkan korban meninggal dunia akibat tindakan aparat.
Editor: Maya Saputri