tirto.id - Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri bakal mengirimkan kembali berkas perkara Ismail Bolong, tersangka dugaan penambangan ilegal di Kalimantan Timur kepada Kejaksaan.
"27 Desember, penyidik menerima P-19 dari jaksa penuntut umum," ucap Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan, di Mabes Polri, Senin, 9 Januari 2023.
"Besok penyidik akan mengirimkan kembali berkas perkara tersangka IB yang sudah dilengkapi sesuai dengan petunjuk jaksa," sambung Ramadhan. Berkas ini sempat bolak-balik instansi. Pada 16 Desember 2022, penyidik Bareskrim telah mengirimkan berkas perkara tahap I Ismail kepada jaksa.
Lantas 9 hari berikutnya jaksa mengembalikan dokumen itu agar polisi melengkapi kekurangan syarat. Ismail Bolong, Budi, dan Rinto, adalah tiga tersangka perkara ini. Mereka ialah tersangka dugaan suap tambang ilegal di Kalimantan Timur yang terungkap dari pengakuan Ismail Bolong.
Ismail Bolong dalam kasus ini berperan sebagai pengatur kegiatan tambang ilegal di Kalimantan Timur. Ismail merupakan komisaris PT Energindo Mitra Pratama, ia diduga mengatur kegiatan penambangan ilegal di terminal khusus PT Makaramma Timur Energi dan di lokasi penyimpanan batu bara hasil penambangan yang termasuk Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Santan Batubara.
Ketiga berperan masing-masing. Ismail berperan mengatur rangkaian kegiatan penambangan ilegal pada lingkungan PKP2B perusahaan lain. Sementara Budi berperan sebagai penambang batu bara ilegal dan Rinto selaku Direktur PT Energindo Mitra Pratama.
Ismail Bolong merupakan bekas anggota Polres Samarinda, kasus mencuat usai pengakuannya pada 3 November 2022. Dalam sebuah video ia mengklaim pernah memberikan miliaran rupiah untuk tambang batu bara ilegal dan ada perwira tinggi Polri berkelindan dalam hal ini.
Pengakuannya menyebutkan para pejabat di Polda Kalimantan Timur pernah menerima uang koordinasi dari Ismail Bolong cs dengan nominal berbeda yakni Rp30 ribu-Rp80 ribu per metrik ton. Sekitar Oktober-Desember 2021, polisi diduga menerima uang Rp600 juta-Rp5 miliar.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Fahreza Rizky