tirto.id - Amnesty International menyatakan bahwa anggota Polri dan TNI terlibat dalam berbagai kasus dugaan pembunuhan di Papua dalam rentang waktu delapan tahun. Kesimpulan tersebut mereka dapatkan setelah merilis laporan berjudul "Sudah, Kasi Tinggal Dia Mati: Pembunuhan dan Impunitas di Papua".
Amnesty International juga memprotes penyelidikan internal Polri yang dinilai tidak transparan dan cenderung menutupi investigasi kasus pembunuhan masyarakat sipil yang melibatkan aparat keamanan di Papua.
Menanggapi hal itu, Kadiv Humas Polri, Irjen Setyo Wasisto menyampaikan, tidak mungkin seluruh data hasil penyelidikan internal Polri dibuka pada publik.
Kendati demikian, Setyo menegaskan, masyarakat tetap bisa mengakses investigasi internal apabila merasa anggota Polri memang melakukan pembunuhan. Namun, tentu tidak bisa dibuka semua karena ada aturan dalam penyelidikan bagian Profesi dan Pengamanan Polri.
"Ya maksudnya terbuka dan tidaknya bagaimana itu harus dijelaskan dulu. Kalau terbuka semuanya tidak juga lah. Kita juga rilis. Kalau mau ditanyakan ke Polda Papua silakan SP2HP-nya seperti apa," ujarnya di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (2/7/2018).
Amnesty International dalam laporannya mencatat, ada 69 kasus dugaan pembunuhan di luar hukum yang dilakukan oleh pasukan keamanan di Papua selama Januari 2010 sampai Februari 2018, dengan menelan 95 korban jiwa.
Menurut Amnesty, ada 34 kasus pembunuhan yang pelakunya berasal dari kepolisian, dalam 23 kasus pelaku berasal dari militer dan dalam 11 kasus kedua aparat keamanan itu diduga terlibat bersama-sama.
Selain itu, satu kasus tambahan juga melibatkan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), lembaga di bawah pemerintah daerah yang ditugaskan untuk menegakan peraturan daerah. Sebagian besar korban, 85 dari mereka, merupakan warga etnis Papua.
Menurut Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, Papua adalah lubang hitam bagi Indonesia. "Penelitian kami menemukan hampir 100 orang telah dibunuh di luar hukum dalam waktu kurang dari delapan tahun," ungkap Usman dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto.
Menurut Usman, meskipun ada banyak korban akibat penembakan di luar proses hukum, tapi aparat berwenang tidak pernah diproses hukum hingga tuntas.
Usman menilai, tak satu pun pelaku diadili dan diproses hukum secara independen. Sebaliknya, mereka berlindung dengan dalih impunitas dan hanya mendapat sanksi atau diproses tertutup melalui peradilan militer.
"Sangat mengkhawatirkan melihat fakta bahwa polisi dan militer menerapkan taktik kejam dan mematikan yang mereka gunakan terhadap kelompok bersenjata pada aktivis kelompok damai. Semua pembunuhan di luar hukum, melanggar hak untuk hidup," tegasnya lagi.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Alexander Haryanto