tirto.id - Kepolisian Republik Indonesia menegaskan tidak pernah melakukan penyadapan melalui telepon terhadap Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang juga sekaligus Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU) KH M'aruf Amin.
Hal tersebut disampaikan Wakapolri Komisaris Jenderal Pol Syafruddin guna menanggapi pernyataan SBY yang meminta pihak berwenang mengusut isu penyadapan terhadap dirinya, seperti yang disampaikan tim pengacara Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di persidangan berapa hari lalu.
"Polri tidak ada (penyadapan) itu," kata Syafruddin di kompleks Sekretariat Negara (Setneg), Jakarta, Kamis (2/2/2017).
Lebih lanjut Syafruddin menjelaskan, penyadapan tidak bisa dilakukan terhadap sembarang orang, karena tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
"Penyadapan tidak bisa sembarangan. Teroris dan gembong narkoba yang kami sadap karena itu ada hukumnya. Kalau tidak ada hukumnya ya tidak boleh," tambah Syafruddin.
Terkait dengan kemungkinan Polri mengusut pelaku penyadapan terhadap SBY, Syafruddin akan menanyakan hal tersebut ke bawahannya.
"Nanti saya cek sama Kapolda Metro ya. Saya nanti cek ke Kabareskrim karena saya baru sampai ini dari luar. Saya belum tahu perkembangan situasi," tambah Syafruddin.
Dilaporkan Antara, dalam sidang kasus penodaan agama terdakwa Ahok, tim kuasa hukum Ahok menyebut memiliki bukti percakapan antara SBY dengan KH M'aruf Amin.
Sebelumnya, SBY menyatakan bahwa isu penyadapan terhadap dirinya bukan merupakan delik aduan sehingga pihak berwenang tidak perlu menerima pengaduan dari dirinya untuk bisa melakukan pengusutan sebab ketentuan penyadapan sudah dijelaskan dalam perundang-undangan.
"Jadi saya antara yakin dan tidak yakin saya disadap. Kalau betul disadap, ada Undang-Undang ITE, di Pasal 31 disebutkan setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan penyadapan, dalam suatu komputer dan atau sistem elektronik tertentu milik orang lain dipidana dengan hukuman penjara paling lama 10 tahun dan atau denda paling banyak Rp800 juta," kata SBY.
SBY menegaskan saat ini persoalan tersebut bukan ada pada dirinya, M'aruf Amin atau pun Ahok dan tim kuasa hukumnya, tetapi ada pada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Bola sekarang bukan ada pada saya, bukan di Pak Maruf Amin, bukan di Pak Ahok dan pengacaranya, tapi di Polri dan penegak hukum lain. Kalau ternyata yang menyadap adalah institusi negara, bola berada di pak Jokowi," kata SBY.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto