Menuju konten utama

Polri Bantah Kesalahan Prosedur, Komnas HAM: Keluarga Siyono

Inspektur Pengawasan Umum Polri Komjen Pol Dwi Priyatno menolak anggapan adanya kesalahan prosedur yang dilanggar oleh Detasemen Khusus 88 dalam penangkapan dan penahanan terduga teroris Siyono.

Polri Bantah Kesalahan Prosedur, Komnas HAM: Keluarga Siyono
Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak (kiri) menabur bunga di makam terduga teroris Siyono yang meninggal dunia setelah ditangkap oleh Densus 88 di Brengkungan, Pogung, Cawas, Klaten, Jawa Tengah, Rabu (30/3). Warga setempat menolak pembongkaran makam untuk proses autopsi jasad Siyono yang akan dilakukan oleh pihak keluarga dengan alasan mereka khawatir resah dan trauma akibat datangnya orang dari luar desa. ANTARA FOTO/ Aloysius Jarot Nugroho

tirto.id - Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri Komjen Pol Dwi Priyatno menolak anggapan adanya kesalahan prosedur yang dilanggar oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 dalam penangkapan dan penahanan terduga teroris Siyono.

"Sebetulnya SOP [standar operasi baku/standard operating procedures] sudah diterapkan karena yang kita hadapi (terduga) teroris. Kalau dia melawan petugas, polisi bisa melakukan tindakan sesuai UU," kata Komjen Dwi di Mabes Polri, Jakarta, Jumat, (1/4/2016).

Komjen Dwi menyebut bahwa pemborgolan Siyono oleh tim Densus 88 juga telah sesuai aturan. "Sebetulnya SOP-nya diborgol tapi kan perlu dilepas, masa orang mau makan harus diborgol, kan tidak," kilahnya.

Kendati demikian, Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Mabes Polri hingga kini masih menelusuri kemungkinan adanya pelanggaran dalam penangkapan Siyono.

"Prinsipnya kalau ada hal yang diduga penyimpangan, kami dari Propam Irwasum turun untuk melaksanakan pemeriksaan khusus. Sampai sejauh ini belum selesai pemeriksaannya," ujarnya.

Dalam kesempatan berbeda, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Manager Nasution menegaskan bahwa keluarga memiliki hak untuk mengetahui penyebab sebenarnya dari kematian Siyono. Oleh karena itu, autopsi merupakan proses yang wajib dilaksanakan.

"Komnas HAM sudah ke lapangan dan bertemu dengan keluarganya, dalam hal ini istrinya. Mereka meminta dilakukan autopsi terhadap jenazah Siyono," ujarnya dalam jumpa pers di Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, (1/4/2016).

Manager mengatakan bahwa pernyataan dan permintaan dari istri Siyono, Suratmi, menjadi salah satu fakta yang akan digunakan Komnas HAM dalam merumuskan rekomendasi.

Suratmi sendiri, menurutnya, saat ini tengah berada dalam pantauan Komnas HAM.

Manager mengungkapkan bahwa Komnas HAM akan terus berkoordinasi dengan keluarga Siyono dan kuasa hukumnya, yaitu Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

"Dalam melakukan autopsi, Komnas HAM akan berkoordinasi dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Komnas HAM mendorong autopsi, selain karena permintaan keluarga, juga agar kasus tersebut terang benderang," tuturnya.

Manager mengatakan bila hasil autopsi menyatakan kematian Siyono wajar, maka hal itu dapat menjadi salah satu cara untuk menjaga nama baik negara.

"Namun, bila hasil autopsi menyatakan kematian Siyono tidak wajar, maka Komnas HAM akan memberikan rekomendasi agar kasus tersebut diselesaikan. Negera harus hadir untuk melindungi dan memenuhi hak-hak warga negara," tandasnya.

Ia mengatakan, menurut data Komnas HAM, Siyono merupakan orang ke-121 yang tewas sebagai terduga teroris tanpa menjalani proses hukum sejak Detasemen Khusus 88 Antiteror dibentuk.

Terduga teroris Siyono ditangkap oleh pasukan Densus Antiteror Mabes Polri di rumahnya di Dukuh Brengkungan, Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Rabu (9/3). Pasukan Densus 88 yang didukung anggota Polres Klaten kemudian melakukan penggeledahan di rumah Siyono, pada Kamis (10/3) siang.

Kemudian, pada Sabtu (12/3), Siyono dikabarkan telah meninggal dunia di Jakarta, dengan penyebab kematian yang masih menjadi misteri hingga saat ini. (ANT)

Baca juga artikel terkait AUTOPSI JENAZAH SIYONO atau tulisan lainnya

Reporter: Putu Agung Nara Indra