tirto.id - Sejumlah politikus, yang diduga menerima suap proyek e-KTP, ramai-ramai menyampaikan bantahan. Sebagian dari mereka juga menyampaikan alibi bahwa tak memiliki keterkaitan dengan kasus korupsi dengan taksiran kerugian negara senilai Rp2,3 triliun itu.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Jazuli Juwaini mengklaim tidak menerima aliran dana korupsi e-KTP sebagaimana disebut dalam dakwaan dua terdakwa di kasus ini, Irman dan Sugiharto.
Dalam dakwaan Irman dan Sugiharto, Jazuli disebut menerima duit US$37 ribu. Jumlah ini sama dengan yang diterima anggota DPR RI lain Rindoko, Nu'man Abdul Hakim, Abdul Malik Haramaen, dan Jamal Aziz. Mereka merupakan Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) pada Komisi II DPR RI periode 2009-2014.
Alasan bantahan Jazuli ialah, ia belum berada di Komisi II pada saat pembahasan rencana pengadaan e-KTP pada tahun 2011-2012. Jazuli juga menegaskan dirinya tidak menjadi kapoksi di Komisi II maupun pimpinan Komisi II.
"Saya dari 2009 sampai 2013 itu di komisi VIII," ujar Jazuli kepada media di Jakarta, pada Kamis (9/3/2017).
Dia juga menegaskan tidak menjabat sebagai anggota maupun pimpinan Banggar. Jazuli mengaku baru dimutasi ke komisi II berdasarkan SK Fraksi PKS DPR RI nomor 002/Pimp-FPKS/DPR RI/V/2013 yang diteken oleh Ketua Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid dan Sekretaris F-PKS Abdul Hakim.
Menurut Jazuli, sebelum dia menjadi anggota Komisi II DPR RI, posisi itu diisi oleh mantan kader PKS, Gamari Sutrisno. "Yang di komisi 2 saat itu saudara Gamari Sutrisno yang sudah dipecat dari PKS."
Meskipun demikian, Jazuli belum berpikir untuk melakukan tindak hukum lebih lanjut tentang pencatutan namanya dalam dakwaan tersebut. Ia menyerahkan semua kepada mekanisme di partainya. "Nanti saya diskusikan dulu dengan pimpinan di fraksi dan di partai (PKS)."
Bantahan serupa juga disampaikan oleh Politikus PDIP, Arief Wibowo. Dia membantah data dalam dakwaan Irman dan Sugiharto yang menyebut bahwa dia menerima aliran dana suap proyek e-KTP sebesar Rp1,04 miliar. Arief mengklaim tidak pernah menerima aliran dana itu. Ia juga mengaku tak kenal dengan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong sebagai pemberi suap.
"Saya tidak tahu, tidak kenal, tidak pernah bertemu apalagi menerima dana dari Agustinus itu," kata Arief.
Dia justru mempertanyakan pernyataan jaksa kalau dirinya menerima uang. Arief mengatakan dirinya hanya anggota DPR biasa pada tahun 2010.
Namun, Arief juga memilih untuk memantau perkembangan kasus ini terlebih dahulu ketimbang melangkah menanggapi tuduhan itu lebih lanjut. "Saya nggak mau reaksioner, saya harus mencermati ada apa sebenarnya."
Sebelum ada bantahan dari Arief dan jazuli, mantan Ketua DPR RI 2009-2014, Marzuki Alie juga telah menegaskan tidak menerima aliran dana e-KTP. Ia mengklaim tidak menerima apapun.
"Saya pastikan tidak benar, saya pastikan tidak menerima apa-apa," ujar dia hari ini.
Marzuki mengaku sudah sering disebut dalam berbagai kasus dan disinggung kalau menerima aliran dana dan tidak pernah terbukti. Ia menduga ada pihak yang mencatut namanya sehingga masuk dalam daftar penerima suap e-KTP.
Karena itu, Marzuki berencana melapor pencatuttan namanya dalam dakwaan tersebut ke kepolisian.
Sementara itu, Mantan Ketua Komisi II DPR RI Agun Gunandjar Sudarsa memilih untuk tidak berkomentar tentang adanya aliran dana dari kasus suap e-KTP kepada dia. Ia memilih untuk mengikuti aturan dan hukum yang berlaku.
"Saya menghormati, mematuhi dan menjalankan proses semua ini," kata Agun kepada Tirto. "Di pengadilan itu lah semuanya akan diuji secara terbuka."
Hari ini, Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menggelar sidang perdana kasus dugaan suap e-KTP dengan terdakwa mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan, Kemendagri, Sugiharto. Di dakwaan jaksa KPK untuk keduanya, ada penyebutan nama mantan pejabat dan anggota DPR RI maupun yang masih aktif sebagai penerima aliran suap e-KTP.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom