tirto.id - Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri belum lama ini menangkap empat remaja yang terlibat peretasan situs milik instansi pemerintahan di Sulawesi Tenggara (Sultra). Tiga di antara perlaku masih berusia anak-anak.
Mereka ialah LYC (19), MSR (14), JBKE (16), dan HEC (13). Empat hacker belia yang bekerja sama untuk meretas situs yang sama itu ditangkap di sejumlah kota berbeda: Kediri, Cirebon, Mojokerto dan Sarolangun, Jambi.
Kasubdit II Dittipidsiber Bareskrim Polri Kombes Rickynaldo Chairul menyatakan keempat remaja itu merupakan anggota grup Whatsapp bernama Official Black Hat. Mereka melakukan peretasan untuk membuktikan kemampuannya setelah mendapat tantangan dari pengelola grup hacker tersebut.
Ricky memperkirakan jumlah anggota grup Official Black Hat mencapai ratusan akun. Dia menduga mereka melakukan perekrutan anggota lewat media sosial seperti facebook dan melalui perbincangan saat bermain game online bersama.
“Rekrutmennya itu di dunia maya, berdasarkan kemampuan. Jadi mungkin awalnya dari permainan game lalu ada yang jago kemudian diajak masuk ke grup. Diajak masuk ke grup ini mereka dikasih teknik-teknik atau cara-cara atau pun target-target membuktikan sejauh mana kemampuan mereka ini,” kata Ricky di di Gedung Bareskrim Siber, Cideng, Jakarta, Jumat (9/11/2018).
Meskipun demikian, pelatihan tidak diberikan dengan materi terstruktur. Pengurus dari grup itu, kata Ricky, hanya memberi tahu cara-cara umum peretasan tanpa memerinci tekniknya. Untuk mengetes kemampuan, pengurus atau admin biasanya memberi tautan situs yang harus disasar oleh hacker anggota grup Black Hat.
“Dalam grup [Whatsapp] itu mereka berkomunikasi untuk membuktikan sejauh mana mereka bisa menguasai hacking,” kata Ricky.
Tidak ada batasan umur tertentu dalam perekrutan anggota grup tersebut. Dia menegaskan, meski sebagian besar anggota grup itu bisa saja ditindak pidana, tapi buktinya tidak cukup. Oleh sebab itu, polisi sedang berusaha memburu admin grup tersebut dan mencari unsur pidananya karena anggota berusia anak-anak yang terhasut untuk meretas bisa menjadi korban.
“Dengan pengungkapan kasus ini, kami berharap pada seluruh orang tua mungkin ditindaklanjuti oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia [KPAI], selalu berharap melakukan pengawasan intensif pada anak-anaknya terutama yang jago-jago menggunakan IT [Teknologi Informasi],” ujar Ricky.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Addi M Idhom