tirto.id - Rangkaian serangan di tiga gereja di Surabaya menandakan pola baru dalam tindakan terorisme dengan memakai wanita dan anak kecil. Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Setyo Wasisto mengatakan polisi memang kesulitan untuk mencegah pelibatan peran anak dalam aksi terorisme.
Setyo menuturkan, penggunaan anak kecil dan wanita sulit dicegah karena keputusan masing-masing keluarga. Sedangkan polisi juga sulit mendeteksi anak kecil yang ikut menjadi pelaku teror karena gelagat mereka terkadang menyiratkan bahwa mereka tidak tahu apa-apa.
"Kami agak susah mendeteksinya karena itu sebenarnya mereka adalah korban. Kalau anak kecil itu korban. Jadi mendeteksinya harus lebih jeli lagi. Karena keterlibatan mereka sebagai korban," jelas Setyo hari Jumat (18/5/2018) di Mabe Polri.
Meski begitu, Setyo menerangkan bahwa tidak ada pandang bulu dalam penegakan hukum terhadap terduga terorisme. Jika anak kecil diduga melakukan hal mencurigakan, tentu Polri akan tetap mengeceknya. Terlebih dengan kondisi sekarang.
Dalam kasus ledakan tiga gereja di Surabaya, Dita Oepriarto yang diduga sebagai pimpinan Jamaah Anshorut Daulah (JAD) Surabaya menggunakan anak dan istrinya untuk melakukan peledakan. Dua anak Dita yang masih berumur 12 (FS) dan 9 tahun (PR).
"Kalau mencurigakan siapapun pasti akan diperiksa," tegasnya.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Maya Saputri