Menuju konten utama

Aisyiyah: Perempuan dan Anak yang Terlibat Terorisme Adalah Korban

Keluarga dan lingkungan berperan penting untuk menyelamatkan anak-anak dari keterlibatan terorisme.

Aisyiyah: Perempuan dan Anak yang Terlibat Terorisme Adalah Korban
Kondisi rumah keluarga Dita masih dijaga aparat kepolisian bersenjata setelah olah TKP dan peledakan sebuah bom, Minggu (13/5). Tirto.id/Tony Firman

tirto.id - Aksi teror bom bunuh diri di Surabaya dan Sidoarjo beberapa waktu lalu melibatkan perempuan dan anak-anak, bahkan satu keluarga. Menanggapi hal ini, Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah, Siti Noordjannah menilai perempuan dan anak sebenarnya adalah korban dari aksi terorisme itu.

"Saya menduga, karena saya belum punya penelitian mendalam, mereka sebenarnya korban dari cara pikir di lingkungannya. Bukan pikiran perempuan itu sendiri, bukan naluri perempuan itu sendiri," kata Noordjannah di Yogyakarta, Selasa (15/5/2018).

Menurutnya, para ibu itu diiming-iming banyak hal yang sifatnya instan dan ditanamkan ke pikiran mereka terus menerus.

"Jadi mereka sudah ada dalam jebakan itu, jebakan pikiran untuk dapat hal-hal yang bersifat instan dan yang dalam ajaran agama apapun tidak ada," lanjut Noordjannah.

Oleh karena itu, Noordjannah menilai pentingnya peran keluarga dan lingkungan untuk menyelamatkan seseorang-utamanya anak-anak-dari jebakan terorisme. Peran itu tak hanya diemban oleh ibu, tapi juga ayah.

Menurutnya, pendidikan baik formal maupun informal harus memberi sesuatu yang mampu menciptakan wawasan, pikiran, kecerdasan, akhlak yang bisa memberi harapan sehingga orang tidak melakukan terorisme.

"Kami prihatin, kami terus mengajak dan bergerak agak perempuan tidak terlibat," kata Noordjannah.

Ia melanjutkan, selain pendidikan di dalam keluarga, situasi lingkungan yang kondusif juga sangat berpengaruh. Oleh karena itu, Aisyiyah mengajak setiap warga untuk peduli pada lingkungannya, tetangganya, dan orang-orang di sekitarnya.

"Saya meyakini pikiran dan tindakan yang mengarah ke sana [terorisme] itu kalau kita tidak membangun kawasan yang kondusif, yang damai untuk menghindari hal-hal mencurigakan bisa jadi satu dengan yang lain tidak tahu," ujarnya.

Terkait isu yang beredar bahwa anak-anak yang diajak pelaku teror adalah murid sekolah Muhammadiyah, Noordjannah tak berkomentar banyak.

"Itu yang nanti mengklarifikasi pimpinan di Jatim, tapi sekolah Muhammadiyah untuk siapa saja, tidak pandang bulu, jadi tidak ada relevansi apapun terkait dengan hal ini," katanya.

Dalam sepekan terakhir, aksi teror terjadi di beberapa lokasi di Indonesia. Dimulai dari kericuhan narapidana terorisme di Mako Brimob pada Selasa, 8 Mei, berlanjut melanda Surabaya dan Sidoarjo selama dua hari berturut-turut.

Pada Minggu pagi, 13 Mei, bom meledak di tiga gereja dan mengakibatkan belasan orang meninggal dan puluhan luka-luka. Malam harinya sebuah bom meledak di rusunawa di Sidoarjo. Lalu, Senin pagi 14 Mei, bom kembali meledak di depan Mapolrestabes Surabaya.

Insiden yang terjadi di Surabaya dan sekitarnya dilakukan tiga keluarga berbeda. Aksi pertama yang dilakukan keluarga Dita Oeprianto di tiga gereja pada Minggu pagi, kecelakaan ledakan bom di rusunawa yang melibatkan keluarga Anton Febriantono, dan satu keluarga yang melakukan bom bunuh diri di Mapolresta Surabaya.

Baca juga artikel terkait BOM SURABAYA atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Dipna Videlia Putsanra
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra