tirto.id - Polisi Hong Kong pada Senin (1/6/2020) kemarin, telah melarang peringatan Tragedi Tiananmen yang akan jatuh pada 4 Juni nanti, karena alasan virus corona. Ini adalah pertama kalinya peringatan itu dihentikan selama tiga dekade berlangsung.
Dilansir dari Channel News Asia, “Nyala lilin 4 Juni” biasanya akan diikuti banyak orang dan merupakan satu-satunya peringatan besar yang masih diizinkan di daratan Cina.
Peringatan tahun lalu sangat riuh, yang dilakukan hanya seminggu sebelum protes dan bentrokan meledak di jalan-jalan kota Hong Kong, serta berlarut-larut hingga tujuh bulan terakhir. Aksi protes itu awalnya dipicu oleh rencana pemerintah melanggengkan kebijakan ekstradisi ke daratan Cina.
Tahun ini, polisi setempat menolak izin diadakannya peringatan Tiananmen, dengan mengatakan itu akan "menjadi ancaman besar bagi kehidupan dan kesehatan masyarakat umum", mengutip surat keberatan kepada penyelenggara yang dilansir dari CTV News.
Hong Kong telah berhasil mengendalikan sebagian besar virus corona yang sebelumnya menginfeksi, dengan mencatat lebih dari 1.000 kasus dan empat kematian. Dalam beberapa minggu terakhir, bar, restoran, pusat kebugaran, dan bioskop telah dibuka kembali.
Namun, dalam dua hari terakhir, lima infeksi lokal dilaporkan, dan “memecahkan” nol kasus yang telah terjadi hampir dua minggu.
Sementara itu, panitia peringatan Tiananmen menuduh polisi menggunakan virus sebagai alasan untuk melarang rapat akbar.
"Saya tidak mengerti mengapa pemerintah menemukan aksi unjuk rasa politik tidak dapat diterima, sementara itu memberi lampu hijau untuk dimulainya kembali sekolah dan layanan lainnya mulai dari restoran, karaoke hingga kolam renang," kata Lee Cheuk-yan, ketua Aliansi Hong Kong yang telah menyelenggarakan peringatan sejak tahun 1990, dikutip dari Channel News Asia, Selasa (2/6/2020).
Aliansi pun meminta warga untuk menyalakan lilin pada pukul delapan malam pada Kamis, 4 Juni 2020, dan memberikan satu menit untuk keheningan di mana pun mereka berada.
"Jika kami tidak diizinkan menyalakan lilin di tempat umum, kita akan membiarkan lilin menyala di seluruh kota," kata Lee.
Lee juga bersumpah bahwa aliansi itu akan terus melantunkan slogan "akhiri pemerintahan satu partai" selama peringatan meskipun Beijing baru-baru ini mengumumkan rencana untuk memberlakukan undang-undang (UU) yang mengkriminalkan tindakan subversi, pemisahan diri, terorisme, dan campur tangan asing.
Beijing mengatakan hukum, yang dianggap akan memintas legislatif Hong Kong, diperlukan untuk mengatasi "terorisme" dan "separatisme".
Para penentang UU, khawatir itu akan membawa penindasan politik gaya daratan yang otoriter ke pusat bisnis, yang seharusnya menjamin kebebasan dan otonomi selama 50 tahun setelah penyerahannya pada tahun 1997 ke Cina oleh Inggris.
Hingga hari ini, selepas tiga dekade terjadi, insiden Tiananmen tetap menjadi salah satu subjek paling sensitif di Cina daratan. Bahkan, penyebutannya pun disensor dengan ketat. Tetapi di Hong Kong, ingatan akan apa yang terjadi tetap hidup.
Melansir History, Tiananmen Square Protests atau “Peristiwa Tiananmen” sendiri merupakan aksi protes untuk memperjuangkan kebebasan dan demokrasi yang dilakukan oleh para mahasiswa pada tahun 1989.
Pemicu aksi protes tersebut adalah melambungnya harga kebutuhan pokok dan serangkaian tuntutan akan kebebasan. Para mahasiwa pro-demokrasi mengkritik penguasa dan keluarga beserta kroninya, yang memiliki keistimewaan khusus yang amat diuntungkan dalam sistem perekonomian terpimpin ketika itu.
Meskipun unjuk rasa dilakukan oleh para mahasiswa secara damai, pemerintah Cina memutuskan mengerahkan Tentara Pembebasan Rakyat untuk meredam aksi tersebut. Panser dikerahkan ke Lapangan Tiananmen dan senjata ditembakan.
Awalnya tindakan yang dilakukan pemerintah oleh pejabat diistilahkan sebagai tindakan pendisiplinan yang terkendali, namun dalam aksinya, tentara-tentara itu menunjukan sisi lain wajahnya. Berbagai sumber menyebutkan, akibat aksi kekerasan itu, jatuhnya korban jiwa diperkirakan ratusan hingga 2000 an orang.
Setelah pembantaian itu, para ibu dari korban yang tewas mendirikan organisasi bernama "Ibu-ibu Tiananmen". Bertahun-tahun mereka menuntut pertanggungjawaban pemerintah. Sejak organisasi itu didirikan, pemerintah mengawasi aktivitasnya secara ketat dan melakukan aksi reperesi.
Peringatan tahun ini kemungkinan bertepatan dengan pemilihan legislatif pro-Beijing yang ditumpuk Hong Kong untuk undang-undang yang melarang penghinaan terhadap lagu kebangsaan Cina.
Penulis: Ahmad Efendi
Editor: Yantina Debora