tirto.id - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menemukan kesaksian rekan dari Immawan Randi (21) dan Muhammad Yusuf Kardawi (19) yang tewas akibat dugaan ditembak oleh polisi dalam demonstrasi.
Karopenmas Mabes Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo menyatakan, kesaksian lembaga itu tidak cukup untuk membuktikan dua mahasiswa Universitas Halu Oleo itu ditembak.
"Pembuktian secara ilmiah masih berproses, nanti akan dikaitkan dengan hasil autopsi," ucap dia di Mabes Polri, Selasa (15/10/2019).
Dedi menegaskan, kesaksian tersebut dinilai tidak kuat.
"Pembuktian ilmiah jauh lebih kuat daripada saksi. 1.000 saksi [hanya] bernilai satu. Jadi [KontraS] sangat terburu-buru mengambil kesimpulan itu. Harus jelas alat bukti, tidak hanya saksi tapi ada keterangan ahli dan lainnya," sambung dia.
Berdasarkan kesaksian yang didapatkan KontraS, Yusuf jadi korban pertama penembakan. Bahkan saksi melihat moncong senjata mengarah ke dirinya, lantas ia kabur, berlari zig-zag dan sontak disusul Randi roboh karena ditembak.
Dedi menegaskan bahwa yang tewas ditembak hanya satu mahasiswa.
"Hanya Randi saja, Yusuf tidak (ditembak)," ujar dia.
Mantan Wakapolda Kalimantan Tengah itu pun mempertanyakan apakah pihak KontraS memiliki hasil autopsi sebagai dasar penyebab keduanya meregang nyawa.
Situasi kericuhan di pintu samping Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sulawesi Tenggara itu mereda, rekan-rekan Yusuf membawanya ke rumah sakit menggunakan motor.
Menurut saksi, tengkorak kepala bagian belakang Yusuf terasa lembek dan samar terlihat lubang.
Sementara itu, Randi tewas diduga akibat peluru tajam yang menembus bagian belakang ketiak kiri dan keluar pada bagian dada kanannya. Lubang luka tembak berdiameter 0,9 cm pada ketiak kiri dan 2,1 cm pada dada kanan.
Usai peristiwa, beberapa saksi menemukan selongsong peluru di sekitar area Yusuf dan Randi roboh. Saksi menyerahkan selongsong itu ke pihak Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sulawesi Tenggara.
Polri pun mengirimkan selongsong itu ke Belanda dan Australia guna uji balistik.
"Karena kedua negara tersebut memiliki laboratorium forensik dan identifikasi terbaik. Hal ini jadi komitmen Polri dalam pembuktian material secara ilmiah," ucap Kabid Humas Polda Sulawesi Tenggara AKBP Harry Goldenhart, ketika dikonfirmasi Tirto, Senin (14/10/2019).
Ketika ditanyakan perihal kebenaran terduga polisi berpakaian preman dan menodongkan senjata itu, Harry menjawab singkat. "Kami sudah memeriksa saksi dari mahasiswa juga," imbuh dia.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Zakki Amali