Menuju konten utama

Polda Jatim Diadukan ke Komnas HAM Usai Tersangkakan Veronica Koman

Komnas HAM diminta memberikan perlindungan ke Veronica Koman, karena dia sebagai pembela HAM sekaligus pengacara mahasiswa Papua di Asrama Surabaya.

Polda Jatim Diadukan ke Komnas HAM Usai Tersangkakan Veronica Koman
Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan (tengah) saat merilis tersangka baru kasus Asrama Mahasiswa Papua (AMP) di Mapolda setempat, Rabu (4/9/2019). Antara/Humas Polda Jatim

tirto.id - Penyidik Polda Jawa Timur diadukan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) oleh Solidaritas Pembela Aktivis HAM Veronica Koman, pada Senin (9/9/2019).

Perwakilan Solidaritas Pembela Veronica Koman, Tigor Hutapea mengatakan, Komnas HAM diminta memberikan perlindungan ke Veronica Koman, karena dia sebagai pembela HAM sekaligus pengacara mahasiswa Papua di Asrama Surabaya tak dapat dipidana mau diperdatakan.

“Kami minta Komnas HAM memeriksa penyidik Polda Jatim terkait proses penyidikan dan penetapan tersangka. Apakah ada yang dilanggar atau tidak dalam penyidikannya,” kata Tigor usai mengadu ke Komnas HAM, Senin (9/9/2019).

Sahabat Pembela Veronica Koman terdiri atas LBH Pers, SAFEnet, YLBHI, Civil Liberty Defender (CLD), Federasi Kontras, LBH Apik, Amnesty International Indonesia, Yayasan Satu Keadilan (YSK), dan LBH Jakarta.

“Kami bukan kuasa hukum, karena kalau itu harus punya surat kuasa, kan. Sedangkan ketemu atau berkomunikasi dengan Veronica saja tidak. Kan, dia di luar negeri. Ini kami tergerak, karena aktivis HAM jadi sasaran saat mengadvokasi kasus Papua. Veronica ini salah satunya,” kata Tigor.

Tigor menilai, penetapan tersangka Veronica mengarah pada upaya kriminalisasi, karena pengacara tak dapat dipidana hanya karena menyampaikan informasi dari kliennya baik di luar persidangan maupun di dalam sidang.

Dasar argumen ini, kata dia, yakni Pasal 16 UU 18/2003 tentang Advokat dan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 88/PUU-X/2012.

Dalam kasus Veronica, Solidaritas Pembela Veronika mencatat, ada 4 unggahan di Twitter yang dituduhkan Polda Jatim sebagai provokatif, penyebar berita bohong dan SARA. Hal ini menjadikan Veronica tersangka pada 6 September 2019.

Berikut unggahan Veronica yang dipermasalahkan:

1. Mobilisasi aksi monyet turun ke jalan untuk besok di Jayapura (18 Agustus 2019).

2. Moment polisi mulai tembak asrama Papua. Total 23 tembakan dan gas air mata. (17 Agustus 2019).

3. Anak-anak tidak makan selama 24 Jam, haus dan terkurung disuruh keluar ke lautan massa (19 Agustus 2019).

4. 43 Mahasiswa Papua ditangkap tanpa alasan yang jelas, 5 terluka, 1 terkena tembakan gas air mata (19 Agustus 2019).

“Ke-4 unggahan ini dan lainnya tak mengandung unsur provokatif, berita bohong, apalagi ujaran kebencian seperti yang dituduhkan polisi. Keseluruhan unggahan hanyalah memuat informasi seputar fakta yang terjadi terkait kericuhan di Asrama Papua Surabaya tanggal 16 Agustus 2019 lalu,” kata Tigor.

Ia memastikan, seluruh informasi tersebut sesuai data dan informasi yang diperoleh Veronica dari mahasiswa Asrama Papua Surabaya.

Polda Jawa Timur telah menetapkan Veronica Koman tersangka dengan pasal berlapis yakni penyebaran kebencian di dunia maya (Pasal 45 ayat 2 jo Pasal 28 ayat 2 UU ITE), keonaran (Pasal 14 ayat 1 dan Pasal 15 UU No 1 tahun 1946), penghasutan (Pasal 160 KUHP) dan ujaran kebencian (Pasal 16 UU 40/2008).

Sementara itu, Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Frans Barung Mangera mengatakan, pihaknya tak mempersoalkan pengaduan yang dilakukan Solidaritas Pembela Veronica Koman ke Komnas HAM.

"Silakan. Kami hadapi," ujarnya saat dihubungi reporter Tirto, Senin (9/9/2019).

Barung tetap berpegang teguh bahwa penetapan status tersangka Veronica Koman atas dasar hukum yang jelas.

"[Dasar hukum penetapan tersangka Veronica Koman] UU ITE Pasal 28 ayat 2," lanjutnya.

Baca juga artikel terkait KONFLIK PAPUA atau tulisan lainnya dari Zakki Amali

tirto.id - Hukum
Reporter: Zakki Amali & Alfian Putra Abdi
Penulis: Zakki Amali
Editor: Abdul Aziz