tirto.id - Untuk menenangkan kekhawatiran atas pemerintahan militernya yang kemungkinan akan menunda kembalinya demokrasi, Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan Ocha mengatakan pada Selasa (9/8/2016) bahwa Negeri Gajah Putih tersebut akan mengadakan pemilihan umum pada 2017 mendatang.
Pernyataan itu diutarakan beberapa hari setelah negara itu menyetujui sebuah konstitusi yang didukung oleh pihak militer.
Referendum yang diadakan pada Minggu lalu dipandang sebagai ujian opini publik terbesar dalam masa pemerintahan Prayuth, yang merebut kekuasaan pada kudeta Mei 2014 lalu dan dia sebut bertujuan untuk mengakhiri kekacauan politik selama bertahun-tahun di negara yang terletak di kawasan Asia Tenggara itu.
Di bawah "rancangan" junta untuk mengembalikan kekuasaan demokratis, Prayuth sebelumnya telah mengatakan bahwa pemilihan umum akan diadakan pada 2017 mendatang. Sosok yang terpilih secara demokratis akan berkuasa paling cepat pada 2017, seorang pejabat senior mengatakan pada Senin.
Komentar Prayuth itu menyusul desakan dari Departemen Luar Negeri Amerika Serikat pada Senin lalu agar pihak berwenang Thailand mengambil langkah demi mengembalikan pemerintahan sipil terpilih secepat mungkin.
"Tolong, yakinlah pada perencanaan," Prayuth mengatakan kepada para wartawan di Gedung Pemerintah sebelum mengadakan pertemuan kabinet, dalam komentar publik pertamanya sejak referendum diadakan.
"Sebuah pemilihan umum akan diadakan pada 2017, saya tidak pernah mengatakan hal yang berbeda terkait ini."
Para analis mengatakan bahwa keinginan besar akan kestabilan politik menyebabkan banyaknya mereka yang menyetujui rancangan konstitusi itu pada minggu, dengan 61 persen di antaranya yang mendukung dari sekitar 55 persen keikutsertaan, hasil awal menunjukkan.
Sebagai catatan, Thailand telah diguncang dengan adanya kekacauan politik selama lebih dari sepuluh tahun yang menghambat pertumbuhan negara tersebut.
Sejumlah kritikus, termasuk partai-partai politik besar, mengkritik konstitusi itu sebelum pemungutan suara diadakan, mengatakan bahwa itu akan mengekang demokrasi, dan memberikan para anggota parlemen tidak terpilih, termasuk mereka yang ditunjuk oleh pihak militer, wewenang veto atas pemerintahan terpilih.
Belum ada tanda-tanda kekacauan sejak referendum diadakan. Para anggota oposisi anti-junta mengatakan mereka menunggu waktu mereka hingga pemilihan umum 2017, saat mereka dapat mencoba untuk menyingkirkan konstitusi militer, jika partai yang mereka dukung berkuasa.
Penulis: Ign. L. Adhi Bhaskara
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara